PALU, CS – Seorang jurnalis Media Alkhairaat, Ikram, mengalami intimidasi setelah memberitakan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Intimidasi itu berlangsung melalui pesan WhatsApp dari seorang bernama Moh. Nasir Tula, Kamis (14/8/2025).
Ikram mengungkapkan, sebelum pesan itu diterima, ia sudah mendapat peringatan secara langsung agar tidak lagi menulis berita terkait dugaan tambang emas ilegal di Poboya.
“Dia kasi peringatan seperti itu ketika ketemu di lapangan atau tempat lain,” kata Ikram di Palu, Jumat (15/8/2025).
Puncak intimidasi terjadi setelah Media Alkhairaat mempublikasikan dua berita tentang aktivitas PETI di Poboya dan Vatutela Kelurahan Tondo.
Dalam pesan WhatsApp, Nasir Tula menilai pemberitaan tersebut merugikan warga yang menggantungkan hidup dari tambang rakyat dan memperingatkan Ikram untuk berhati-hati. Pesan itu diikuti dengan ajakan berkelahi.
Ikram menyebut pemberitaan yang dimuat sudah sesuai kode etik jurnalistik dan melibatkan tim redaksi. Ia kemudian melaporkan Nasir Tula ke Direktorat Reserse Siber Polda Sulteng dengan nomor laporan STPL/331/VIII/RES.2.5./2025/Ditressiber.
Pimpinan Redaksi Media Alkhairaat, Nurdiansyah, menegaskan pihaknya akan mendukung langkah hukum Ikram.
Menurutnya, bila ada pihak yang keberatan terhadap berita, seharusnya menggunakan mekanisme hak jawab, bukan intimidasi.
“Tindakan itu melanggar Pasal 18 Ayat 1 UU Pers. Kami juga mempertimbangkan melapor ke Dewan Pers agar sertifikat kompetensinya ditarik,” ujarnya.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sulawesi Tengah (Sulteng) yang beranggotakan sejumlah organisasi pers dan lembaga bantuan hukum mengecam keras intimidasi tersebut.
Ketua KKJ Sulteng, Moh. Arief, menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran serius terhadap UU Pers dan mendesak aparat segera mengusut tuntas kasus ini.
“Kami akan mengawal penuh proses hukum dan memastikan tidak ada lagi oknum yang mengaku wartawan justru melindungi tambang ilegal,” tegasnya.
Editor: Yamin