PALU, CS – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid menegaskan Bank Tanah hadir sebagai mitra strategis bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan lahan negara, khususnya eks-Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya.

Hal itu disampaikan Anwar saat menerima audiensi Deputi Pemanfaatan Tanah dan Kerja Sama Usaha Bank Tanah, Hakiki Sudrajat, bersama jajaran di Ruang Rapat Polibu, Kantor Gubernur Sulteng, Jumat (26/9/2025).

Pertemuan turut dihadiri Wakil Gubernur Reny Lamadjido, Kepala Kanwil BPN Sulteng Muhammad Naim, Ketua Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Eva Bande, serta sejumlah bupati dan wakil bupati.

Menurut Anwar, lahan eks-HGU menyimpan potensi besar untuk pembangunan. Jika dulu dianggap kurang bernilai, kini keberadaannya justru menjadi rebutan karena keterbatasan ruang kelola tanah.

Ia menekankan perlunya kepastian hukum bagi masyarakat yang sudah lama tinggal di lahan tersebut.

“Banyak masyarakat kita yang sudah lama tinggal di lahan eks-HGU. Pemerintah daerah ingin mereka tetap merasa aman dan punya kepastian. Karena itu, kami berharap kerja sama dengan Bank Tanah bisa memberi solusi yang adil,” ujar Anwar.

Ia juga menekankan pentingnya pemanfaatan lahan eks-HGU untuk kepentingan publik, mulai dari penyediaan perumahan, pengembangan pertanian, hingga mendukung investasi produktif.

“Pendapatan asli daerah bisa tumbuh kalau BUMD ikut mengelola lahan secara produktif bersama mitra swasta. Itu sebabnya kami berharap Bank Tanah dapat memberi ruang bagi pemda untuk ikut serta,” tegasnya.

Deputi Bank Tanah, Hakiki Sudrajat, menegaskan pihaknya berkomitmen mencari jalan tengah antara kepentingan pembangunan dan kebutuhan masyarakat.

“Masyarakat yang sudah ada di dalam lahan akan tetap diperhatikan melalui program reforma agraria, sementara pemerintah daerah dapat memanfaatkan lahan yang sesuai untuk kepentingan umum,” jelas Hakiki.

Dalam kesempatan itu, Ketua Satgas PKA Eva Bande menyoroti adanya potensi tumpang tindih antara peta Bank Tanah, BPN, dan wilayah adat. Ia meminta validasi dilakukan lebih cermat agar penetapan lahan sesuai dengan kondisi riil masyarakat.

Sejumlah perwakilan masyarakat dari Lembah Napu dan Poso juga menyampaikan kekhawatiran terhadap masuknya investor sebelum kejelasan status lahan. Mereka berharap Bank Tanah memberi perlindungan hukum dan menjamin akses dalam program reforma agraria.

Menutup pertemuan, Gubernur Anwar Hafid menegaskan bahwa Bank Tanah sebagai lembaga negara harus lebih dekat kepada rakyat dibanding pihak swasta.

“Kalau sesama negara, kita pasti bisa duduk bersama. Saya percaya dengan komunikasi yang baik, semua pihak bisa tenang, masyarakat tidak perlu khawatir, dan pembangunan tetap berjalan,” ujarnya.

Pertemuan tersebut menghasilkan komitmen tindak lanjut melalui koordinasi teknis antara Satgas PKA, BPN, dan Bank Tanah, serta fasilitasi pertemuan lanjutan dengan pemerintah kabupaten untuk memastikan kepentingan masyarakat tetap terakomodasi.

Editor: Yamin