PARIMO, CS – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) akhirnya menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Kayuboko dan Desa Air Panas, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), setelah melalui proses panjang sejak 2021.

Legalisasi tersebut diputuskan melalui rekomendasi Gubernur Sulteng, setelah penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Sulteng, Sultanisah, menjelaskan pengusulan WPR dilakukan sejak 8 Juli 2021. Proses itu baru rampung pada 29 September 2025 dengan keluarnya rekomendasi gubernur.

“Tahapannya panjang, mulai dari penetapan blok, penyusunan dokumen pengelolaan, hingga keluarnya pedoman penyelenggaraan izin pertambangan rakyat dari Menteri ESDM,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

Ia menegaskan, sebelum izin benar-benar berlaku, koperasi wajib menyiapkan dokumen reklamasi dan pascatambang. Dokumen tersebut sudah disusun di Buranga, Kayuboko, dan Air Panas.

Untuk Desa Kayuboko, izin diberikan kepada 10 koperasi dengan luasan bervariasi 4–10 hektare, di antaranya Koperasi Sinar Emas Kayuboko, Kayuboko Jaya Bersama, hingga Berkah Jaya Kayuboko. Rekomendasi gubernur tercatat dalam Nomor 500.10.2.3/222/Dinas ESDM-G.ST/2025.

Sementara di Desa Air Panas, izin juga diberikan kepada 10 koperasi dengan luasan 5–10 hektare, termasuk Koperasi Kuala Membangun Airpa, Mitra Mandiri Airpa, hingga Nelayan Tasi Makakata di Desa Olaya. Rekomendasi ini tercatat dalam Nomor 500.10.2.3/223/Dinas ESDM-G.ST/2025.

Meski izin sudah terbit, aktivitas pertambangan belum dapat langsung berjalan. Sultanisah menegaskan, koperasi penerima izin wajib lebih dulu menyerahkan dokumen rencana pertambangan dan mengusulkan Kepala Teknik Tambang (KTT).

Hingga kini, Kabupaten Parimo telah mengusulkan 84 blok WPR dengan luas total 18 ribu hektare. Sekitar 840 koperasi diajukan dengan jumlah calon penambang mencapai 8 ribu orang. Pemerintah optimistis jika dijalankan sesuai aturan, kerusakan lingkungan bisa diminimalkan.

Selain itu, Dinas ESDM Sulteng bersama Kementerian ESDM masih membahas perhitungan Iuran Pertambangan Rakyat (IPRA) yang diproyeksi mencapai Rp3,8 miliar per tahun untuk dibagikan ke daerah penghasil.

“Bagi yang sudah keluar izin IPR-nya, tetap akan kami tagihkan. Tidak ada pengurangan,” tegas Sultanisah.

Meski begitu, Parimo masih menjadi salah satu daerah dengan aktivitas pertambangan tanpa izin terbanyak di Sulteng, meskipun sejak 2021 sudah ada tiga blok WPR yang lebih dulu disahkan.

Reporter: Anum