PALU, CS – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid, menegaskan bahwa dana pemerintah provinsi yang disebut-sebut mengendap sebesar Rp819 miliar tidak benar adanya.
Ia menyebut, dana tersebut masih menunggu proses asistensi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setelah disetujui oleh DPRD Sulteng melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2025.
“Ada dana menunggu APBD Perubahan, kemudian selesai asistensi di Kemendagri baru disalurkan sesuai peruntukannya masing-masing. Jadi bukan mengendap, tapi menunggu aturan dan mekanisme penganggaran serta penyalurannya, baik di DPRD Sulteng maupun dari Kemendagri,” tegas Anwar Hafid, melalui pesan WhatsApp dari Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Menurut Anwar, asistensi dari Kemendagri merupakan bagian dari mekanisme pengawasan untuk memastikan sinkronisasi antara kebijakan daerah dan program prioritas nasional, serta menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
“Proses asistensi ini juga bertujuan memastikan pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD berjalan optimal dan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Menutup penjelasannya, Gubernur Anwar Hafid menegaskan bahwa Pemprov Sulteng tetap berkomitmen menjaga transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi pengelolaan keuangan daerah, termasuk dalam setiap proses asistensi APBD.
Pernyataan Anwar Hafid disampaikan sebagai tanggapan atas kritik yang dilontarkan Guru Besar Ekonomi Bisnis Universitas Tadulako (Untad) Palu, Prof. Moh. Ahlis Djirimu, yang menyoroti dugaan mengendapnya dana Rp819 miliar di rekening Pemprov Sulteng.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Ahlis menilai kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, mengingat 94 persen ekonomi Sulteng dari sisi permintaan masih ditopang oleh belanja APBN dan APBD.
“Istilah akademiknya demand driven. Jika dana pemerintah tidak segera beredar, akan berdampak berantai pada perputaran ekonomi daerah,” kata Ahlis.
Ia juga memperingatkan bahwa tertundanya belanja pemerintah daerah dapat menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi, terhambatnya penciptaan lapangan kerja, serta meningkatnya pengangguran terselubung.
Menurut Ahlis, pertumbuhan ekonomi Sulteng yang sebelumnya mencapai 7,95 persen, diperkirakan akan turun menjadi sekitar 5-6 persen pada triwulan III tahun 2025 jika kondisi ini tidak segera diatasi.
“Dana APBD yang mengendap berpotensi menimbulkan stres fiskal dan badai fiskal. Masyarakat pun mulai menggunakan tabungan berjaga-jaga bahkan berutang,” jelasnya.
Sebagai solusi, Ahlis menyarankan agar Sulteng dapat mencontoh provinsi lain seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Riau, dan Nusa Tenggara Timur, yang berhasil memanfaatkan hibah internasional sebagai alternatif non-dana transfer.
Editor: Yamin