PALU, CS – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) menggelar rapat maraton membahas penyelesaian konflik agraria yang terjadi di sejumlah wilayah.

Setelah menuntaskan pembahasan terkait Transmigrasi Swakarsa Industri (TSI) LIK Tondo, Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, kembali memimpin rapat krusial mengenai sengketa lahan antara warga Desa Ronta, Kecamatan Lembo Raya, Kabupaten Morowali Utara, dengan PT Cipta Agro Nusantara (PT CAN), Selasa (21/10/2025).

Rapat yang berlangsung di ruang kerja Gubernur itu dihadiri oleh perwakilan PT CAN, Dinas Perkebunan Provinsi Sulteng, serta anggota Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulteng. Fokus utama pembahasan adalah menindaklanjuti pengaduan warga Desa Ronta yang dilaporkan ke Satgas PKA pada 14 Oktober lalu.

Dalam aduan tersebut, warga menuding PT CAN telah menyerobot lahan milik mereka, termasuk kebun sagu, durian, dan karet yang kini berada di dalam area perkebunan sawit perusahaan. Selain itu, warga juga menyampaikan keberatan karena kompleks kuburan leluhur mereka kini terletak di tengah area perkebunan.

Satgas PKA mencatat adanya dugaan pelanggaran batas oleh PT CAN. Sekitar 777 hektare lahan diduga ditanami kelapa sawit di luar area Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, serta 27 hektare di dalam kawasan hutan.

“Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi menyangkut kedaulatan negara atas lahan dan perlindungan lingkungan hidup,” ujar salah satu anggota Satgas dalam rapat tersebut.

Menanggapi tudingan itu, Community Development PT CAN, Oka Rimbawa, menyatakan perusahaan akan meninjau kembali keberatan warga. “Berdasarkan data yang kami miliki, kami bisa menjelaskan keberatan warga,” ujarnya di depan forum. Ia menegaskan, pihak perusahaan akan menjelaskan posisi yang sebenarnya berdasarkan data dan peta yang dimiliki.

Rapat berlangsung dalam suasana serius dan menjadi ajang konfrontasi data antara aspirasi warga dan pembelaan perusahaan, di bawah mediasi langsung Gubernur Sulteng dan Satgas PKA. Meski demikian, belum ada kesepakatan yang dicapai.

Gubernur Anwar Hafid kemudian mengusulkan agar kedua pihak melakukan overlay peta, yakni proses menumpangkan dua peta digital berbeda tema pada lokasi geografis yang sama untuk menentukan batas lahan secara akurat.

“Perusahaan bawa petanya, kita overlay bersama untuk menentukan kebenarannya,” ujar Gubernur. Tawaran tersebut disetujui oleh kedua pihak.

Setelah rapat, disepakati bahwa Satgas PKA dan PT CAN akan menunggu hasil analisis Overlay Peta Agraria sebagai dasar penyelesaian sengketa lahan di Desa Ronta.

Ketua Satgas PKA Sulteng, Eva Susanti Bande, menegaskan pentingnya hasil overlay sebagai sumber data tunggal yang sah.

“Hasil overlay peta akan secara definitif menunjukkan batas Hak Guna Usaha (HGU) yang sah, tanah masyarakat, dan kawasan hutan,” kata Eva.

Ia menambahkan, meski data sementara mengindikasikan adanya tumpang tindih penanaman sawit di luar HGU, pihaknya tetap menunggu validasi akhir.

Menyikapi kekhawatiran warga terkait kebun dan kompleks kuburan leluhur, Eva menegaskan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak boleh hanya berhenti pada batas legalitas.

“Kami berharap PT CAN tidak hanya berpegang pada garis batas di peta. Sekalipun klaim warga berada di dalam HGU yang sah, perusahaan harus tetap memperhatikan aspek sosial, etika, dan kemanusiaan,” ujarnya.

Eva juga menekankan bahwa Pemprov Sulteng berharap PT CAN menunjukkan komitmen sebagai investor yang bertanggung jawab.

“Kepatuhan hukum adalah mutlak, namun harmoni sosial adalah fondasi investasi berkelanjutan. Kami akan memastikan proses penyelesaian ini berjalan transparan, adil, dan berpihak pada kebenaran data serta kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Editor: Yamin