PALU, CS – Sekretaris Utama Kemendukbangga/BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S.Soc., M.Pol.Admin., Ph.D, menegaskan bahwa bonus demografi hanya akan menjadi peluang singkat dan berpotensi berubah menjadi “boncos” jika tidak diimbangi dengan perencanaan pembangunan yang matang.
Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber dalam Kuliah Tamu Demografi bertema “Perencanaan Pembangunan Pemerintah untuk Mencapai Indonesia Emas 2045”, yang digelar Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Tadulako, Jumat (21/11/2025).
Menurut Prof. Budi, bonus demografi sering disalahartikan sebagai keuntungan otomatis bagi negara.
Ia menekankan bahwa kondisi tersebut justru merupakan jendela peluang yang sangat pendek dan hanya terjadi sekali dalam siklus kependudukan.
“Banyak yang menganggap bonus demografi seperti diskon atau voucher. Padahal bukan itu. Bonus demografi adalah lintasan peristiwa yang sangat pendek. Kalau salah kelola, bukan bonus tetapi boncos,” tegasnya.
Pria berkacamata itu menjelaskan, bahwa tingginya angka kelahiran, mencapai 4,8 juta bayi per tahun, menuntut pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan yang sepadan. Risiko ketidakseimbangan ini terlihat dari tingkat pengangguran usia 15 hingga 24 tahun, yang mencapai 17,45 persen.
“Jika kelompok usia produktif tidak terserap dunia kerja, produktivitas negara dapat terancam,” tegasnya.
Dalam tata kelola kependudukan, Kemendukbangga/BKKBN memegang mandat menjaga keseimbangan antara supply berupa penduduk berpendidikan dan berkompetensi, serta demand berupa ketersediaan dunia usaha dan industri. Ketidakseimbangan keduanya dapat menghambat upaya menuju Indonesia Emas 2045.
Prof. Budi menekankan beberapa prasyarat pembangunan, yakni wajib belajar 13 tahun, peningkatan keterampilan profesi dan sertifikat kompetensi, penyerapan tenaga kerja, kontribusi pendapatan melalui pajak, serta perlindungan sosial yang memadai.
Ia mengibaratkan strategi pembangunan seperti mendesain sepeda: semua komponen harus selaras agar dapat mencapai tujuan.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Budi mendorong mahasiswa untuk meningkatkan daya saing melalui sertifikat kompetensi yang sesuai minat dan kebutuhan industri, dan juga meminta kampus memperkuat pemetaan kebutuhan pasar tenaga kerja melalui pertemuan rutin dengan HRD mitra industri, sehingga kesenjangan antara output pendidikan dan kebutuhan dunia usaha dapat ditekan.
“Selain menjadi pencari kerja, mahasiswa juga didorong menjadi pencipta lapangan kerja dalam rantai pasok produksi maupun pemasaran,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Universitas Tadulako, Prof. Dr. M. Rusyadi H., M.Si, menyoroti perubahan komposisi penduduk ke depan yang menunjukkan peningkatan jumlah perempuan berpendidikan dan produktif.
Ia menyebut bahwa dominasi perempuan di pendidikan tinggi semakin terlihat.
“Lebih banyak perempuan nanti, mudah-mudahan rumah tangga menjadi lebih bagus ke depan. Kaum terdidik sekarang didominasi perempuan. Contohnya, dulu hanya satu perempuan masuk Jurusan Fisika Unhas, namun kini jumlahnya mencapai 80 persen,” tandasnya.
Editor: Yamin


