Spirit Kota Palu : Ada Cinta dan Rindu

Gubernur Provinsi Sulteng, H. Rusdy Mastura (kemeja biru) saat menghadiri Haul Guru Tua ke-54, di Kompleks Alkhairaat Pusat, Kota Palu, Sabtu 14 Mei 2022. (FOTO : IST).

Pagi ini, Kota Palu lumayan cerah. Itu artinya di atas jam 10 akan sedikit menyengat kulit. Iklim khatulistiwa dengan udara kering bercampur debu, akan mengisi ruang hidup kita.

Setidaknya, hingga jelang petang. Ramalan semacam ini sudah berlangsung sejak lembah ini dihuni sebagai pusat jasa. Dimana ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah berada di sini.

Bacaan Lainnya

Berkah Haul Guru Tua

Kota ini setiap tahunnya memiliki tradisi besar “Haul Guru Tua”. Sebuah konsep Halal Bi Halal mengumpulkan seluruh Abnaul Khairaat dari berbagai daerah dan Kota. “Haul Guru Tua” menjadi agenda tahunan yang mampu menarik pengunjung lebih dari 40.000 Abnaul Khairaat setiap tahunnnya.

Baca Juga :  Berpikir Praktis : Trilogi Persepsi

“Haul Guru Tua” bersifat terbuka, diikuti oleh semua kalangan. Ia mendatangkan berkah, menumbuhkan spirit dan menjadi ajang silaturrahmi terbesar di Sulawesi Tengah.

Andika

Kota Palu, menjadi pusat episentrum spirit jejak guru tua karena awal, pencapaian dan akhir dari perjalanan hidup guru tua disimbolkan di Kota ini.

Rusdy Mastura memberi pengakuan kepahlawanan beliau melalui penamaan Bandara Mutiara Sis Aljufri, dan menetapkan Kawasan Religi Jalan Sis Aljufri yang merupakan pusat Alkhairaat.

Dalam Pidato Haul, Rusdy Mastura mengumumkan sikapnya, mendukung Guru Tua Habib Sayyyed Idrus Bin Salim Aljufri sebagai Pahlawanan Nasional. Rusdy Mastura adalah tokoh Sulawesi Tengah yang begitu memahami isi, jejak dan jasa dari semasa hidup guru tua.

Dan kita semua, menjadi bagian dari manfaat perjuangan guru tua. Transformasi besar di Lembah Palu ini meneguhkan Kota yang kita diami aman, damai dan membawa kesejahteraan.

Baca Juga :  Cerahnya Langit Luwuk dan Janji Kebersamaan di Tengah Hiruk Pikuk Pilkada

Tentu, Palu yang telah menjelma menuju metropolitan ini, apa saja yang menarik di dalamnya.

Kuliner Palu

Palu memang unik, sebuah Kota yang terbentang tiga dimensi seperti mangkuk bakso. Para penghuninya memiliki kuliner andalan, yaitu Kaledo.

Kaledo adalah sup tulang kaki sapi yang diolah dengan bahan dasar asam Jawa. Komponen rempahnya tidak terlalu rumit. Semua bahan dasarnya tidak memerlukan impor. Sebuah konsep pangan yang mencirikan kemandirian yang kerap diakronimkan Kaki Sapi Donggala (Kaledo).

Selain Kaledo, Sayu Kelor dan Uta Dada. Pilihan kedua yang bahan dasarnya dari daun kelor muda, ikan tuna atau ayam, diolah dalam cita rasa santan yang kental. Kuliner ini juga bahan dasarnya semua tersedia, tidak memerlukan bahan impor.

Baca Juga :  Dihadiri Puluhan Ribu Abnaul Khairaat, Ini Tujuan Haul Guru Tua

Sajian menu lain masih banyak lagi. Ada rono tapa, venja, lawan ikan, Dange yang dihiasi dengan kue-kue seperti Topu-topu. Semuanya adalah cita rasa lembah Palu berbahan dasar sekeliling kita.

Sifat kemandirian pangan ini adalah sebuah konsep hidup berimbang yang telah berlangsung lebih dari satu dekade. Kuliner “pataba” andalan ini tidak pernah bisa tergantikan karena sifat kemudahannya itu. Walaupun meraciknya, memerlukan pengetahuan, resep dan pengetahuan khusus.

Ya, tidak semudah yang dibayangkan.

Kerapkali interaksi simbolik masyarakat menggunakan beberapa kuliner ini sebagai penanda keistimewaan hajatan tertentu. Konsep keterbukaan masyarakat lembah Palu sering dituangkan dalam bentuk jamuan khusus kuliner tersebut.

Sebuah konsep setelah mencicipi membuat anda sulit melupakan Kota Palu. Ia menjadi bagian dari salah satu alasan mengapa kita harus kembali.

Penulis : Andika

Pos terkait