Pungli, Gubernur dan Bupati Poso diminta Bubarkan Pos Covid 19 di Desa Pendolo

SULTENG,CS – Pungutan Liar (Pungli) di pos kesehatan pencegahan Covid-19 diperbatasan Desa Pendolo Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Sulteng) masih terus terjadi.

Oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang bertugas penjagaan secara terang-terangan memungut sejumlah uang dari para sopir struk yang melintas. Sebagai pengganti karena para pelaku perjalanan ini tidak membawa rapid test dengan hasil non reaktif Covid-19.

Bacaan Lainnya

Pungutan ini dikenakan bagi pelaku perjalanan yang hendak menuju wilayah Sulteng.

Dugaan Pungli ini disaksikan langsung Anggota DPRD Palu, Marcelinus. Dia menyebut mendapati hal itu saat bertolak kembali dari Kabupaten Tanah Toraja Sulawesi Selatan menuju Kota Palu Sulteng.

“Waktu berangkat ke Toraja untuk perjalanan dinas. Di perbatasan saya lihat ternyata masih ada palang. Saya lihat petugas kesehatan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Jangankan APD, pakaian dinas saja mereka tidak pakai. Dan tidak menggunakan masker,”ungkap Marcelinus.

Ia mengaku, terjadinya praktek Pungli di pos perbatasan ini saat perjalanan pulang dari Tator. Modus yang dilakukan petugas kata dia mencegat seluruh pelaku perjalanan dengan alasan pemeriksaan kesehatan. Lalu meminta pelaku perjalanan menunjukkan rapid tes hasil non reaktif.

Baca Juga :  Sah, H. Arus Abdul Karim Resmi Dilantik sebagai Ketua DPRD Sulteng

“Pada saat saya pulang perjalanan saya ditahan dipos. Saya lantas turun. Pos sisi kiri jalan saya dites suhu. Lalu mengaku saya baru saja melakukan perjalanan dinas tapi tidak membawa rapid test,”ujar Marcelinus.

Namun saat pemeriksaan ungkap Marcelinus, tiba-tiba sebuah mobil yang ada di depannya diloloskan petugas dengan alasan bahwa pemilik mobil itu membawa keterangan rapid test.

“Saya sempat tanya, kok mobil di depan saya bisa pergi. Petugas kesehatan di pos menyebut karena mereka ada rapid test,”beber Marcelinus, mengutip pembicaraannya dengan petugas pos perbatasan.

Marcelinus menyebut, petugas pos batas juga mengaku di tempat itu menyediakan jasa rapid test. Namun ia menduga hal tersebut hanya akal-akalan untuk mengesankan bahwa memang ada pengetatan pelaku perjalanan. Dengan tujuan agar orang lebih memilih untuk membayar pungutan ketimbang melakukan rapid test dengan biaya yang sedikit mahal.

Setiap pelaku perjalanan yang tidak membawa rapid test menurutnya bisa leluasa pergi asalkan membayar Rp50ribu.

“Saya tanya dimana tempat untuk rapid. Mereka suruh saya ke sebelah jalan. Karena sisitu ada dua pos. Tapi begitu saya mau kesebelah, tiba-tiba salah seorang petugas Pol PP mengatakan silahkan lanjut pak. Inikan aneh,”ujarnya.

Baca Juga :  DPRD Sulteng Terima Ranperda APBD 2020

Setelah diloloskan, Marcel mengaku langsung mengejar mobil yang tadinya diakui petugas memiliki rapid test untuk menanyakan kebenaran keterangan petugas tersebut.

“Saya langsung suruh sopir kejar mobil yang lolos tadi katanya punya rapid. Saat bertemu sopir, ternyata sopir itu mengaku tidak punya rapid. Hanya bayar 50ribu,”ungkapnya lagi.

Bahkan menurutnya, beberapa sopir truck mengaku terpaksa menyembunyikan rekan kerjanya di kas belakang untuk menghindar agar tidak semua orang dalam truck ikut membayar.

“Jadi ada sopir yang membayar untuk dirinya sendiri. Sementara teman-teman ia sembunyikan di kas belakang agar tidak ikut bayar,”tuturnya.

Marcelinus mengaku kondisi demikian sangat meresahkan pelaku perjalanan khsususnya para sopir truk. Hal ini sudah terjadi kurun waktu satu tahun lebih. Marcel menduga kuat, oknum-oknum petugas pos perbatasan di Desa Pendopo, Poso ini telah meraup untung yang tidak sedikit dari Pungli tersebut.

“Di warung makan yang saya singgahi ternyata semua sopir dan penumpang saya tanya. Semua mengeluh karena diminta Rp50ribu per kepala,”sebutnya.

Baca Juga :  Dari Jalan, Aksi Mahasiswa se Kota Palu Berlanjut di Ruang Sidang Utama DPRD Sulteng

Karena itu politisi Perindo ini Pemerintah Provinsi Sulteng dan Pemerintah Kabupaten Poso mengevaluasi pendirian pos perbatasan di desa perbatasan tersebut. Ia berharap hal ini menjadi perhatian Gubernur Sulteng dan Bupati Poso terpilih.

“Pungli ini pelanggaran hukum yang nyata. Oknum yang selama ini bertugas di batas Desa Pendolo ini harus diberi sangsi keras sesuai ketentuan yang berlaku. Karena telah meresahkan masyarakat kecil,”tekannya.

Marcelinus bahkan mendesak Gubernur Sulteng dan Bupati Poso segera membubarkan pos perbatasan itu. Karena di kabupaten lain saja hal ini sudah tidak dilaksanakan.

“Tolong saya minta ini segera dibubarkan pemerintah provinsi. Bupati Poso harus menindak lanjuti keluhan masyarakat. Dan oknum petugas dibatas diberi sangsi keras karena tindakan Pungli ini,”harapnya.

Dia menambahkan, Kota Palu harus menjadi contoh. Pemerintah mendengar aspirasi masyarakat untuk menghentikan kegiatan pos kesehatan pemeriksaan Covid-19 karena juga telah terjadi praktek Pungli.

“Kota Palu saja langsung ambil tindakan untuk menyetop kegiatan pos ini karena sudah menjadi rahasia umum terjadi Pungli setiap hari,”pungkasnya.(TIM)

 

 

Pos terkait