PALU, CS – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Palu agar segera memiliki langkah konkret untuk melakukan penanganan buaya yang kian meneror masyarakat.
“Keberadaan buaya di teluk palu bisa dikatakan sudah meneror masyarakat. Pemerintah Kota Palu haru peka, sudah saatnya melakukan komunikasi serius dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), harus segerah action untuk menangani buaya ini,” kata Ketua Fraksi PKB, H. Nanang, di Palu, Senin 9 Mei 2022.
Dikesempatan ini, Politisi yang akrab disapa Nanang itu juga mengutip apa yang dikatakan pencinta hewan reptil, Panji sang petualang, yang mengatakan bahwa keberadaan buaya di sungai atau teluk palu sudah sangat banyak. Bahkan, Panji memprediksi keberadaan buaya ini akan menjadi bom waktu untuk masyarakat.
“Dan benar apa kata Panji waktu itu. Buaya ini akan menjadi bom waktu karena populasinya akan terus bertambah dan ketersediaan makanannya juga dipastikan akan menipis. Jika makanannya sudah sulit didapatkannya di habitatnya, dipastikan manusia bisa jadi menjadi sasarannya, dan hal ini sudah beberapa kali terjadi meski tidak sempat termakan, tapi mematikan,” tegas Nanang.
Terkait dengan mitos, khususnya warga yang menganggap buaya sebagai keturunan nenek moyang mereka. Nanang mengaku sangat menghargainya, karena hal itu termasuk kearifan lokal. Namun menurutnya, ketika kearifan lokal sudah membahayakan bagi keselamatan manusia, juga harus dijadikan pertimbangan utama.
“Saya yakin tidak ada yang komplain, karena keberadaan buaya ini telah meresahkan warga, terutama yang ada di pesisir pantai. Nelayan sudah tak merasa nyaman lagi mencari hidup, otomatis berdampak pada ekonomi nelayan, warga yang ingin menikmati mandi laut was-was juga, ini berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan warga. Buaya inikan diniatkan untuk dipindahkan ke penangkaran bukan dimusnahkan,” terang Nanang.
Nanang mencontohkan, di Mimika Papua dulunya masyarakat juga memiliki mindset yang sama, dengan kepercayaan bahwa buaya di sekitar mereka adalah keturunan nenek moyang mereka. Namun, berkembangnya waktu dengan populasi yang terus berkembang, secara berganti kasus cengkraman buaya kepada warga.
“Apa yang terjadi saat ini ? mereka kemudian memburu buaya-buaya tersebut karena dianggap meneror manusia,” ungkapnya.
Olehnya, Nanang meminta kepada pemerintah Kota Palu untuk segera mengambil sikap kongkret atas hal ini, dan warga juga harus selalu mendukung upaya-upaya pemerintah dalam menyelesaikannya.
“Jika nantinya pemerintah Kota Palu mengalami keterbatasan dana untuk membiayai buaya di penangkaran. Kami menyarankan agar segera membangun komunikasi dengan dua daerah tetangga, Donggala dan Sigi. Karena masalah teror buaya adalah masalah bersama tiga daerah bersaudara ini,” tandasnya. **