PALU, CS – Pihak Keluarga Hj. Lena yang mengklaim ahli waris pemilik lahan sebelah Timur Kampus Universitas Tadulako (Untad) terus mempertahakan komitmen sebagai pemilik yang sah. Meski saat ini juga diklaim masyarakat Kelurahan Tondo sebagai tanah ulayat mereka yang dikuasai PT Lembah Palu Nagaya (LPN) dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
“Ahli waris mengklaim secara De Jure (menurut hukum), Maupun De Facto (berdasarkan kenyataan), bahwa lokasi tersebut adalah milik dari ahli Waris Ibu Hj. Lena. Kemudian adapun dari pihak BPN maupun pihak PT Lembah Palu Nagaya mengklaim bahwa mereka pemegang sertifikat HGB, tapi kami belum pernah melihat alas hak Itu, termasuk mengetahui seberapa luas dan batasan-batasannya dimana semua,” ucap keluarga yang mewakili Ahli waris, Yager, di Palu, Selasa 11 Juni 2024.
Menurutnya, Hj Lena sebagai ahli waris memiliki pegangan hukum yang kuat atas lahan itu. Salah satunya adalah adanya Surat Penyerahan (SP) yang terbit Tahun 2011. SP tersebut ditandatangani oleh, Almarhum Tompa Yotokodi yang saat itu selaku Camat Palu Timur dan Lurah Tondo, Aminudin.
“Karena mereka memiliki legalitas sebagai pemerintah, sehingga kami anggap itu sah,” ujarnya.
Yager mengatakan, perang dingin di atas lahan itu kembali mencuat saat kejadian di tanggal 2 Juni 2024 di lahan tersebut. Yakni, telah terjadi mobilisasi warga Kelurahan Tondo, khusunya Tondo Ngapa, yang kemudian melakukan gerakan pengrusakan dengan mencabut pagar-pagar dan patok-patok yang ada di lokasi ahli waris pemilik tanah. Yaitu, H. Lena. Termasuk di lahan milik Armita yang dibeli dari H. Lena.
Dia mengakui, dari 21 Hektar lahan milik ahli waris, sudah sebahagian besar laku terjual. Salah satu pembelinya adalah Armita. Meski sejauh ini masih berstatus lahan HGB PT LPN.
“Pertanyaannya. Salahkah Ibu Lena menjual lokasi itu ? tidak salah, karena dia memiliki SP Tahun 2011 itu,” ucap Yager.
Yager juga menyampaikan kekesalan dari ahli waris saat anggota DPRD inisial HN yang mengeluarkan statemen di media, yang menyatakan bereaksi atas kejadian pengrusakan itu.
“Sebenarnya bukan bereaksi, tapi beraksi. Beraksi apa ? memprovokasi masyarakat tondo melakukan pengrusakan,” katanya.
Menurutnya, pihaknya mengatakan bahwa HN melakukan provokasi bukan tanpa asalan. Berdasarkan laporan dari warga Kelurahan Tondo, melalui chat whatsapp bahwa masyarakat yang datang ke lokasi HGB dan melakukan pengrusakan itu atas dasar dibayar Rp100 ribu perorang. Bahkan HN juga bersama dengan warga.
“Kenapa HN kita sebut memprovokasi. Karena HN bersama-sama dengan warga masuk di lokasi itu. Kami tidak sebut HN yang bayar warga, tapi ada bukti chat yang kami masih simpan yang mengatakan masyarakat ke lahan itu dibayar Rp 100 ribu,” terangnya.
Atas peristiwa itu, HN telah dilaporkan oleh pemilik lahan, Armita ke Mapolda Sulteng, dalam perkara pengrusakan.
“Melalui salah satu pembeli lahan dari Hj. Lena itu adalah ibu Armita, melaporkan H. Nanang ke Polda Sulteng. Sekitar minggu lalu, dengan laporan pengrusakan,” katanya.
Terkait dengan keberadaan Babinkamtibmas di lokasi saat itu. Yager meluruskan, bahwa berdasarkan konfirmasi mereka, keberadaan personil Babinkamtimnas hanya untuk melakukan pengamanan. Bahkan Babinkamtibmas mengaku sudah menegur warga untuk tidak melakukan pengrusakan itu, tapi diabaikan.
“Babin juga hadir untuk mengantisipasi, jangan sampai ada juga kelompoknya ibu lena. Sebenarnya kami juga mau ke lokasi, tapi kami masih menahan diri karena pasti ada korban. Ketiga kalinya ada lagi mereka (warga) datang melakukan pengukuran, tapi kami juga menahan diri. Karena berdasarkan masukan dari Penasehat Hukum (PH), tidak usah bereaksi karena sudah menempuh jalur hukum. Jadi tidak perlu, nanti ada yang rugi,” tandas Yager. **