WOKRHSOP tolak plastik sekali pakai, yang dilaksanakan 9 – 12 Juli telah menggugah kepedulian peserta workshop. Peserta terdiri dari siswa dari berbagai sekolah, warga di Pamona Utara, Pamona Puselemba dan Desa Tokorondo kecamatan Poso Pesisir.
Pembicara workshop, Prigi Arisandi dan Daru Setyorini dari Ecoton menjelaskan mengenai bahaya plastik sekali pakai yang menjadi biang mikroplastik. Keduanya menunjukkan serangkaian penelitian yang menggambarkan mikroplastik telah ada di feses, paru-paru, sperma, air susu ibu, plasenta hingga otak manusia.
Penjelasan ini disertai dengan meneliti air sungai, danau, laut, tanaman , udara serta wajah manusia di Kabupaten Poso. Hasilnya, semua telah terpapar mikroplastik.
“Cara pikir dan gaya hidup jaman sekarang yang maunya instan telah membuat alam dan manusia menderita. Memang plastik itu mempermudah tapi sebenarnya dampaknya membuat penderitaan yang berabad-abad lamanya” demikian Nina, aktivis muda Co-captain River Warrior menjelaskan.
Konsumsi plastik sekali pakai telah mempermudah hidup manusia dan menjadi gaya hidup, namun manusia tidak bertanggungjawab atas apa yang digunakannya. Daru Setyorini menambahkan bahwa mikroplastik berasal dari dua sumber, sumber primer yaitu plastik yang sengaja dibuat seperti tas kresek dan sumber sekunder yaitu plastik yang tidak sengaja dibuat namun ditambahkan sebagai sebuah unsur dari sebuah produk misalnya pembersih wajah.
Penggunaan plastik yang tidak bertanggungjawab ini nampak dalam survei online yang dilakukan oleh Institut Mosintuwu dan Ecoton. Survei online ini per 12 Juli 2024 diikuti oleh 152 orang dari 48 wilayah desa/kelurahan/dusun di Kabupaten Poso.
Sebanyak 61,8 persen responden mengatakan, masalah lingkungan yang paling mengkhawatirkan di Kabupaten Poso adalah pencemaran sampah plastik. Salah satu media online di Kota Palu pada tanggal 29 November 2023 memberitakan 400 ton sampah masuk ke TPA Poso setiap.
Sebanyak 20,4 persen menyebut, pencemaran di sungai, danau dan laut sebagai yang paling mengkhawatirkan mereka. Sebanyak 33 persen responden juga mengatakan, sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik sebagai salah satu sebab tingginya kejadian banjir belakangan ini di Sulawesi Tengah. Di sisi kesehatan, sebanyak 48 persen responden mengkhawatirkan sampah plastik mengancam kesehatan manusia di Kabupaten Poso.
Menariknya, saat ditanya apakah mereka melakukan pengelolaan sampah dengan benar di rumahnya? Hanya 30,9 persen responden yang melakukan pemilahan sampah di rumahnya. Mayoritas atau 3,8 persen mengakui mereka membakar sampah plastik.
Dalam workshop yang difasilitasi Lian Gogali, disepakati untuk membangun jaringan dan kelompok untuk mengkampanyekan diet plastik mulai dari diri sendiri hingga lingkungan sekitar. Menggunakan botol minuman isi ulang dan menolak penggunaan botol minuman sekali pakai serta membawa wadah makanan sendiri, merupakan tindakan yang harus dinormalisasi pada semua orang.
Beberapa ide yang kemudian muncul untuk dilakukan adalah membuat Warung Refill. Yakni mendorong kios dan warung untuk tidak menyiapkan plastic atau kantongan kresek kepada pembeli yang datang.
Beberapa contoh untuk bertanggungjawab atas plastik yang dikonsumsi juga telah dilakukan di Desa Tindoli kecamatan Pamona Tenggara dengan membuat Ecobrik atau bata dari plastik. Komunitas yang kemudian menamakan dirinya Saya Pilih Bumi merencanakan beberapa inisiatif antara lain Sekolah Ekologis, Gereja Ekologis, Pesantren Ekologis. Seiring dengan inisiatif tersebut, direncanakan juga penelitian tentang penggunaan plastik sekali pakai, keberadaan mikroplastik, serta penelitian tentang wadah alternatif di Kabupaten Poso. Beberapa kelompok yang selama ini telah melakukan gerakan angkut sampah, akan mulai melakukan audit brand perusahaan produsen plastik. Ini untuk mendorong pertanggungjawaban perusahaan.
Daru Setyorini menyebutkan tiga pihak harus bertanggungjawab dalam penyelesaian masalah plastik sekali pakai yaitu pemerintah, produsen atau perusahaan, dan masyarakat. Saat ini terdapat 113 pemerintah kota dan daerah telah membuat kebijakan untuk menolak plastik sekali pakai.
Hari Jumat, 12 Juli 2024, dalam audiensi dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Murni Putosi, Komunitas Saya Pilih Bumi menginisiasi usulan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Poso membuat kebijakan untuk menolak plastik sekali pakai.
Dalam audiensi ini, secara bergantian juru bicara komunitas, Fivi Anastasya Tarusu, Fita Libbe dan Lenny Palese menyebutkan sampah plastik yang sangat banyak dibuang dan mencemari sungai, danau dan laut di Kabupaten Poso.
Ketiganya secara bergantian menjelaskan bahaya plastik sekali pakai, inisiatif yang sedang direncanakan dan usulan peraturan daerah. Fita Libbe dari komunitas Orang Tokorondo menyebutkan, laut di wilayah Tokorondo sudah penuh sampah karena tidak ada pengaturan yang cukup kuat.
Dony Dese dari komunitas Okotaka menceritakan aktivitas mereka mengangkut sampah berulangkali dilakukan di tempat yang sama, namun selalu berakhir dengan sampah yang baru di tempat yang sama.
Sementara itu dalam survei online, 97,3 % responden menyebutkan perlunya Peraturan Daerah yang mengatur penggunaan plastik sekali pakai. Merespon usulan komunitas, Murni Putosi menyebutkan mendukung inisiatif yang sudah direncanakan dan menceritakan bahwa saat ini sudah ada surat instruksi yang diedarkan bagi para pemilik usaha di sekitar wilayah Danau Poso untuk tidak membuang sampah di danau. Namun, usulan komunitas untuk meningkatkan surat instruksi menjadi Peraturan Daerah mengenai plastik sekali pakai disambut baik untuk bisa ditindaklanjuti bersama. *