Musyawarah Wilayah (Muswil) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulawesi Tengah (Sulteng) yang dijadwalkan berlangsung 10 Desember 2025 mendatang diprediksi akan menjadi momen politik paling menarik di provinsi ini.
Tidak hanya sebagai ajang konsolidasi internal dan pemilihan pengurus baru, Muswil kali ini juga diyakini sebagai arena pertarungan dua figur kuat yang telah lama menjadi pilar PKB di Sulteng dan bahkan di tingkat nasional. Anggota DPRD Sulteng dua periode, Rahmawati M. Noer dan Bupati Buol, H. Risharyudi Triwibowo.
Rahmawati M. Noer, salah satu pendiri PKB Sulteng, dipastikan kembali maju sebagai kandidat utama.
“Kalau Ibu Rahma sudah pasti maju kembali,” ungkap salah satu sumber terpercaya.
Sumber tersebut menambahkan, meskipun proses penjaringan resmi calon ketua berada di kewenangan DPP PKB, kehadiran Rahmawati di arena Muswil kali ini dianggap sudah pasti. Namanya telah melekat sebagai simbol keberhasilan PKB di Sulteng.
Namun, dinamika politik internal PKB kini menjadi semakin menarik dengan munculnya nama Bupati Buol, H. Risharyudi Triwibowo, yang disebut-sebut akan turun gunung dari level pengurus DPP untuk maju menjadi ketua DPW Sulteng.
Jika benar, kontestasi ini akan menghadirkan persaingan yang ketat antara dua figur dengan latar belakang politik berbeda, tetapi sama-sama memiliki kemampuan strategis untuk membesarkan partai.
Rahmawati M. Noer dikenal luas sebagai kader yang memiliki rekam jejak panjang dan prestasi nyata dalam membangun PKB di tingkat daerah.
Selama memimpin DPW PKB Sulteng, Rahmawati berhasil membawa partai meraih empat kursi di DPRD Sulteng, sebuah pencapaian signifikan bagi pertumbuhan partai di provinsi yang kompleks secara politik ini.
Di Pilkada 2024, keberhasilan PKB menempatkan sembilan kepala daerah dari 13 kabupaten/kota di Sulteng adalah bukti nyata dari strategi politik dan konsolidasi kader yang matang di bawah kepemimpinan Rahmawati.
Selain prestasi elektoral, Rahmawati juga dikenal aktif mendorong program-program pemberdayaan masyarakat. Ia kerap hadir langsung di tengah warga, mendengar aspirasi, dan merancang strategi partai yang sejalan dengan kebutuhan rakyat.
Pendekatannya yang humanis membuat PKB tidak hanya dikenal sebagai partai yang berorientasi politik semata, tetapi juga partai yang peduli pada kesejahteraan masyarakat.
Kepemimpinan Rahmawati kerap disebut sebagai kombinasi antara kemampuan manajerial yang matang, kecerdasan politik, dan dedikasi yang tulus pada cita-cita partai.
Kedewasaan Rahmawati dalam berpolitik dan kecintaannya kepada PKB terlihat jelas dari cara ia menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan cita-cita besar yang diwariskan oleh para pendiri PKB.
Bagi Rahmawati, partai bukan sekadar alat untuk mengejar kekuasaan, tetapi wadah untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan membangun masa depan yang lebih baik bagi provinsi Sulawesi Tengah. Dedikasi ini menjadikannya figur yang dihormati tidak hanya di internal partai tetapi juga oleh berbagai elemen masyarakat yang melihat PKB sebagai representasi kepedulian sosial dan politik yang nyata.
Sementara itu, H. Risharyudi Triwibowo, atau yang akrab disapa Bowo, membawa perspektif politik yang berbeda.
Bowo memulai karier politiknya jauh dari Sulteng, tepatnya di Papua, di mana ia pernah menjabat sebagai Ketua DPW PKB Papua. Di bawah kepemimpinannya, PKB berhasil menambah kursi di parlemen Papua dan memperkuat posisi partai sebagai salah satu kekuatan politik signifikan di provinsi tersebut.
Kesuksesan ini menunjukkan kemampuan Bowo dalam merancang strategi politik yang efektif dan membangun jejaring yang luas.Karir politik Bowo terus menanjak hingga ia dipercaya berkecimpung di level DPP PKB.
Pengalaman ini memberinya pemahaman yang lebih luas tentang dinamika politik nasional, serta kemampuan menghubungkan kepentingan daerah dan pusat secara strategis.
Hingga pada Pilkada 2024, Bowo berhasil memenangkan kursi Bupati Buol, membuktikan bahwa pengaruh dan strategi politiknya mampu diterjemahkan menjadi prestasi elektoral yang konkret. Di mata sejumlah pengamat politik, kombinasi pengalaman daerah dan nasional membuat Bowo menjadi calon ketua DPW Sulteng yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Persaingan antara Rahmawati dan Bowo bukan hanya soal perebutan posisi. Lebih dari itu, ini adalah pertarungan dua gaya kepemimpinan. Rahmawati dengan pengalaman panjang, rekam jejak konsolidasi partai di tingkat lokal, dan kemampuan membangun jaringan yang solid; sementara Bowo membawa pengalaman nasional, kemampuan strategis, dan jejaring luas yang dapat menghubungkan kepentingan lokal dengan dinamika politik pusat.
Bagi kader PKB Sulteng, Muswil kali ini merupakan ujian sekaligus peluang. Ujian karena persaingan antarfigur kuat bisa menimbulkan ketegangan jika tidak dikelola dengan baik.
Peluang, karena kontestasi yang sehat akan memunculkan kepemimpinan yang lebih matang, terukur, dan mampu menghadapi agenda politik ke depan, termasuk menghadapi pemilihan legislatif dan kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain aspek politik internal, Muswil PKB Sulteng juga memiliki implikasi signifikan terhadap pembangunan daerah. Kepemimpinan yang kuat akan memastikan partai tetap relevan dalam merancang program-program yang mendukung kesejahteraan masyarakat, memperkuat infrastruktur sosial, dan mendorong inovasi ekonomi lokal.
Rahmawati, misalnya, selama ini dikenal tidak hanya fokus pada kemenangan politik, tetapi juga mendorong program pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan pengembangan UMKM di berbagai kabupaten di Sulteng.
Sedangkan Bowo, dengan pengalaman di Papua dan DPP, diyakini akan membawa perspektif baru dalam menghubungkan kebijakan provinsi dengan peluang dukungan nasional, membuka akses bagi pembangunan yang lebih strategis.
Dari sisi elektoral, kehadiran kedua tokoh ini menjanjikan persaingan yang menarik. Keduanya memiliki basis pendukung yang kuat. Rahmawati dengan loyalitas kader lama dan jaringan partai di level akar rumput, dan Bowo dengan pengalaman nasional dan kemampuan membangun relasi lintas wilayah.
Kombinasi ini menciptakan dinamika yang menegangkan, sekaligus menandai kualitas demokrasi internal PKB yang sehat, di mana kompetisi didasarkan pada rekam jejak, kapasitas, dan visi kepemimpinan.
Muswil kali ini juga menegaskan bahwa PKB Sulteng berada pada fase konsolidasi penting. Selain pemilihan pengurus, partai juga mempersiapkan diri menghadapi agenda politik strategis, termasuk pemilihan legislatif, Pilkada mendatang, dan peran partai dalam pembangunan daerah.
Kedua tokoh ini, meski berbeda latar belakang, tapi sepintas memiliki kesamaan, dedikasi terhadap PKB dan komitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Rahmawati dikenal karena kedekatannya dengan kader dan masyarakat, sedangkan Bowo dikenal karena kemampuan strategis dan jejaring nasional yang luas. Pertarungan mereka diyakini akan menentukan wajah PKB Sulteng untuk beberapa tahun ke depan, sekaligus memberi sinyal bagi partai lain tentang kekuatan internal PKB yang matang dan adaptif.
Selain faktor individu, pengaruh politik lokal dan dinamika pemilih juga menjadi elemen penting dalam Muswil. PKB di Sulteng, selama ini, memiliki basis pemilih yang loyal, tetapi tetap harus menghadapi tantangan menjaga relevansi di tengah perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang cepat.
Kepemimpinan yang terpilih harus mampu menjawab tantangan tersebut, menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan kebutuhan masyarakat, serta membangun strategi partai yang visioner.
Tidak kalah penting, Muswil ini akan menjadi cermin kemampuan PKB dalam membangun demokrasi internal yang sehat. Bagaimana proses pemilihan dilakukan, bagaimana konflik diselesaikan, dan bagaimana kader diajak untuk berpartisipasi secara aktif akan menentukan reputasi partai.
Dengan dua kandidat sekuat Rahmawati dan Bowo, proses ini diyakini akan berjalan transparan dan kompetitif, sekaligus memberikan pelajaran politik bagi kader dan pengamat tentang pentingnya konsolidasi, strategi, dan kepemimpinan yang efektif.
Secara keseluruhan, Muswil PKB Sulteng 2025 bukan sekadar pemilihan pengurus baru, tetapi momentum politik penting yang mencerminkan dinamika internal partai, kekuatan kader, dan relevansi PKB di kancah politik lokal maupun nasional.
Dengan dua figur kuat seperti Rahmawati M. Noer dan Risharyudi Triwibowo yang bersaing, pertarungan ini menjanjikan drama politik yang menarik, pelajaran demokrasi yang berharga, dan potensi penguatan PKB sebagai partai yang tidak hanya berorientasi kekuasaan, tetapi juga pelayanan dan pembangunan.
Dalam konteks ini, seluruh mata tertuju pada Muswil PKB Sulteng, bagaimana partai akan menegaskan komitmennya, memilih kepemimpinan yang tepat, dan memanfaatkan momentum ini untuk menghadapi tantangan politik ke depan.
Sejarah akan mencatat siapa yang mampu membawa PKB Sulteng ke babak baru. Rahmawati, sang pendiri yang berpengalaman, atau Bowo, sang strategis yang membawa perspektif nasional. Yang pasti, kedua tokoh ini menunjukkan bahwa politik sejati adalah tentang visi, dedikasi, dan kemampuan mempersatukan kader serta masyarakat di bawah tujuan bersama, memperkuat PKB dan membangun Sulteng yang lebih baik. *
Penulis: Redaksi


