Dalam gerak langkah menuju Indonesia Emas 2045, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menghadirkan visi besar “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.” Visi tersebut tidak hanya sekadar angan atau slogan.

Dijabarkan secara konkret melalui delapan misi strategis yang disebut sebagai Asta Cita. Salah satu yang paling krusial adalah misi ketujuh, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.

Asta Cita bukanlah cita-cita kosong. Ia hadir sebagai kompas moral dan arah kebijakan negara yang ingin menempatkan sumber daya manusia dan alam Indonesia pada jalur kemajuan. Namun, langkah pertama dalam mewujudkannya harus dimulai dari dalam, dari reformasi birokrasi, hukum, dan politik yang menyentuh akar persoalan bangsa ini.

Reformasi birokrasi adalah kunci. Ia adalah usaha sistematis dan berkelanjutan yang bertujuan meningkatkan kinerja aparatur negara, memperbaiki tata kelola pemerintahan, dan mempersembahkan layanan publik yang berintegritas. Tujuannya satu, menciptakan pemerintahan yang bersih, profesional, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Restorasi birokrasi bukan sekadar perbaikan administratif, tapi sebuah gerakan moral. Ia membutuhkan pemimpin yang berani berpikir out of the box, yang mampu mengambil langkah cepat dan tepat, serta menghadirkan kebijakan yang menumbuhkan kembali harapan rakyat.

Restorasi ini adalah jalan panjang yang harus dilalui dengan semangat kebersamaan dan tanggung jawab.

Menegakkan Integritas, Menangkal Korupsi dan Narkoba

Korupsi dan narkoba bukan sekadar kejahatan. Keduanya adalah virus sistemik yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa. Maka, misi untuk memperkuat pencegahan dan pemberantasannya harus dijalankan dengan kebijakan yang kokoh, penegakan hukum yang adil, dan budaya integritas yang mengakar.

Restorasi birokrasi yang disertai dengan pendekatan politik dan hukum yang progresif akan mempersempit ruang gelap bagi penyimpangan. Pemerintah harus hadir bukan sekadar sebagai penindak, tetapi juga sebagai pendidik dan pembina, baik bagi masyarakat maupun bagi aparaturnya sendiri.

Empat Pilar Restorasi Birokrasi

Ada empat hal penting yang harus diperhatikan dalam menghidupkan semangat restorasi:

Pertama, pendekatan kebijakan yang asimetris dan kontekstual. Pemerintah harus mampu merumuskan strategi berdasarkan karakteristik lokal, dengan memanfaatkan kearifan daerah sebagai benteng moral yang mampu menekan potensi maladministrasi. Rasa memiliki terhadap daerah adalah titik awal menuju rasa tanggung jawab pada bangsa.

Kedua, budaya advesari yang konstruktif. Merangkul lawan politik sebagai mitra perubahan adalah bentuk kedewasaan dalam berpolitik. Presiden terpilih Prabowo telah menunjukkan hal ini pasca-Pilpres. Kini, semangat kolaboratif ini harus ditularkan ke seluruh penjuru negeri, agar demokrasi kita tidak hanya berhenti pada kontestasi, tetapi menjadi ruang bersama untuk membangun masa depan.

Ketiga, kepemimpinan yang berkarakter dan meritokratis. Disposisi seorang pemimpin akan menentukan arah birokrasi. Pemimpin yang berpihak kepada rakyat dan merekrut pejabat berdasarkan sistem merit akan melahirkan birokrasi yang profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini sejalan dengan cita-cita Clean Government dan Good Governance.

Keempat, dekonstruksi elitisme politik lokal. Bosisme, mental priyayi, dan budaya patronase harus ditinggalkan. Birokrasi adalah pelayan rakyat, bukan alat kekuasaan. Ketika semangat pelayanan menjadi jiwa birokrasi, maka kita akan menyaksikan lahirnya pemerintahan yang efektif, efisien, dan memuaskan.

Menuju Pelayanan Publik yang Berkeadilan

Pelayanan publik yang prima adalah cermin keberhasilan tata kelola pemerintahan. Ia harus menjawab harapan rakyat terhadap keadilan, efisiensi, dan transparansi. Maka, partisipasi masyarakat, pengawasan publik, dan komitmen dari para pembuat kebijakan menjadi prasyarat mutlak.

Ketika ruang-ruang maladministrasi ditutup rapat melalui kolaborasi antara negara dan rakyat, maka harapan menuju Indonesia yang bersih dan maju bukan lagi sekadar mimpi. Ia menjadi realitas yang bisa disentuh, dirasakan, dan dibanggakan.

Penutup

Misi ketujuh Asta Cita adalah fondasi penting dalam membangun negeri. Dari sana, kita bisa menata ulang sistem birokrasi, menegakkan hukum dengan tegas dan adil, serta melindungi masa depan bangsa dari bahaya korupsi dan narkoba. Jika semua pihak bergandengan tangan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan media. Maka, cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 akan menjadi kenyataan yang agung.

Mari kita jaga semangat restorasi ini, karena Indonesia yang kita impikan sedang menanti di ujung jalan. (ST4)


Oleh: Subhan Timur