PARIMO, CS – Perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Muhyiddin Sahid, menyebut bahwa sebagian lokasi pertambangan di tiga desa, yakni Air Panas, Kayuboko, dan Buranga, berpotensi menimbulkan masalah hukum.

Ia menjelaskan bahwa wilayah yang diusulkan sebagai lokasi pertambangan tersebut berada dalam kawasan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).

“Lahan tersebut secara hukum tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan non-pertanian,” ujar Muhyiddin dalam rapat Forum Penataan Ruang (FPR) yang digelar di Parigi, belum lama ini.

Sikap serupa disampaikan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III. Pejabat Teknik Pengairan BWS, Muhammad Rifai, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan yang berada di sekitar sungai berisiko merusak lingkungan, termasuk mata air, bendung, dan jaringan irigasi.

Menurut Rifai, aktivitas tambang di kawasan sempadan sungai harus berpedoman pada regulasi terbaru tahun 2024 mengenai perizinan sumber daya air.

“Jika tidak berada dalam badan sungai, yaitu jalur aliran utama di antara dua tepi, maka aktivitas seperti ini akan menimbulkan pendangkalan dan sedimentasi,” jelasnya.

Ia menambahkan, sebagian besar wilayah sungai di Kabupaten Parimo merupakan kewenangan Kementerian PUPR, sehingga pengawasan teknis berada langsung di bawah tanggung jawab BWS. Dengan demikian, pemberian izin tanpa rekomendasi teknis dari BWS dinilai cacat prosedur.

Rapat Forum Penataan Ruang tersebut menjadi cerminan meningkatnya pengawasan lintas sektor terhadap aktivitas pertambangan yang berpotensi berbenturan dengan kebijakan nasional, terutama terkait perlindungan lahan pangan dan konservasi sumber daya air.

Pemerintah daerah pun diimbau untuk lebih cermat dan berhati-hati dalam menyikapi permohonan izin usaha tambang yang berpotensi melanggar regulasi dari berbagai kementerian terkait.

Reporter: Anum