PALU, CS – Ancaman bencana alam berupa banjir bandang menghantui dua kelurahan di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, yakni Kelurahan Tondo dan Talise.

Risiko tersebut dipicu oleh dampak aktivitas pertambangan di wilayah hulu yang berpotensi memperparah kondisi lingkungan, terutama saat curah hujan tinggi nanti.

Dua kelurahan tersebut dinilai paling rentan karena berada tepat di wilayah hilir kawasan penambangan emas ilegal di Poboya dan Vatutela. Material rombakan dari hulu berpotensi terbawa aliran air dan menerjang permukiman warga ketika hujan ekstrem terjadi.

Ancaman bencana hidrometeorologi juga diprediksi masih akan menghantui Kota Palu hingga penghujung tahun 2025.

Berdasarkan analisis terbaru data geospasial, klimatologi, dan kondisi lingkungan, Palu menghadapi risiko bencana yang signifikan akibat kombinasi perubahan ikiim dan kerusakan lahan yang masif.

Data terintegrasi dari BMKG melalui sistem InaTews dan WRSNG, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), digunakan untuk memetakan indeks ketahanan daerah.

Hasil analisis membagi potensi bencana menjadi dua kategori, yakni bencana geologi yang sulit diprediksi waktu kejadiannya, serta bencana hidrometeorologi yang polanya semakin terbaca namun berdampak mematikan.

Dalam dua dekade terakhir, data menunjukkan intensitas curah hujan ekstrem di Sulawesi Tengah meningkat hingga 15 persen. Kondisi ini diperparah dengan munculnya fenomena La Nina yang berpotensi menaikkan intensitas hujan hingga 20 persen di atas batas normal.

“Analisis kami mengonfirmasi adanya kenaikan curah hujan yang tidak biasa. Jika intensitas hujan melampaui ambang batas 100 hingga 150 milimeter per hari, risiko banjir bandang menjadi sangat nyata,” demikian tertulis dalam laporan analisis lingkungan yang dirilis, Jumat (19/12/2025).

Selain faktor cuaca, kerusakan lingkungan di wilayah hulu dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya risiko bencana di Kota Palu. Pengundulan hutan serta maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) dan galian C telah mengurangi kemampuan tanah menyerap air secara signifikan.

Beberapa titik yang menjadi sorotan akibat aktivitas tambang tersebut antara lain Kelurahan Poboya, Buluri, dan Watusampu. Kondisi tanah yang labil di kawasan itu membuat material mudah hanyut saat hujan deras, sehingga memicu aliran material rombakan atau debris flow ke wilayah hilir.

Berdasarkan pemetaan data geospasial, kawasan Kecamatan Mantikulore serta permukiman di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Palu masih berada dalam zona risiko tinggi.

“Wilayah-wilayah tersebut terancam banjir bandang setiap kali cuaca ekstrem melanda,” dalam analisis tersbut. *