Masa Depan KITA

 

“Harga sebenarnya dari segala sesuatu adalah jerih payah dan kesulitan untuk memperolehnya”-Adam Smith.

Bacaan Lainnya

Keunggulan mutlak yang membedakan potensi suatu negeri dan tata kelolanya.

Negara dimana pun, melakukan pertukaran berdasarkan keunggulan. Apa yang kita eksport adalah barang massal yang diproduksi secara murah. Sedangkan impor adalah barang dipertukarkan dengan sesuatu yang kalau kita produksi akan berbiaya mahal.

Landasan berfikir inilah yang mengawali penjelajahan awal. Spanyol, Portugis, dan menyusul Inggris, Belanda dan Belgia. Mereka mencari sumber-sumber barang yang tidak terdapat dengan murah di negeri asal.

Dilema Sumber Daya

Sulawesi Tengah berbanding terbalik. Kita negeri kaya tapi tidak mampu memproduksi barang metal sendiri. Oleh karena itulah, kita membutuhkan investasi untuk mengubah potensi itu menjadi keunggulan.

Hasilnya funtastic. Sulawesi Tengah sekarang dikenal sebagai daerah penghasil jutaan ton baja. Setiap tahun, penghasil 1,5 milyar juta ton gas, 500.000 barel minyak mentah, 180.000 ton emas, 460.000 ton kelapa sawit, 1 juta ton ikan.

Sebagai pusat negeri selle besi, celah besi. Kita juga dikenal sebagai pusat sesar Palu-Koro yang tiap 90 tahun alamnya menumpahkan emas dan berlian dari kedalaman 15 kilometer.

Daerah ini memiliki keunggulan lokasi karena memiliki tiga perairan jalur logistik dan sumber komoditas global meliputi teluk Tomini, teluk tolo, dan Selat Makassar. Sulawesi Tengah juga memiliki jumlah penduduk yang relatif kecil, jika dibandingkan dengan penciptaan kekayaan dari sektor sumber daya alam.

Baca Juga :  Tantangan dan Ujian Berat Kepala Daerah di Depan Mata

Tetapi sampai dengan hari ini. Fakta tentang gap gini rasio masih tinggi dengan potret kemiskinan dan stunting yang masih tinggi.

Nilai Tambah Resiko Meluas

Dulu, kita kritik perusahaan tambang multinasional karena mereka datang hanya untuk mengambil raw material. Sebagian memperkaya para Baron Jakarta. Tidak sebanding antara kerusakan alam dengan pendapatan asli daerah yang kita terima.

Selain itu, untuk menghindar dari perangkap pendapatan rendah dan menengah, solusinya hanya melalui penguatan sektor industri. Untuk itu, kita butuh visi kebijakan industri yang tegas.

Lalu kita ajukan strategi nilai tambah dengan mengajukan industri pengolahan tahap 1 berbasis upah murah. Untuk apa? Agar secara gradual, ada setetes demi setetes harta Tuhan itu bisa dinikmati rakyat sekitar.

Tapi begitu hilirisasi tahap 1 bergema, justru kita diserbu para pencari kerja. pemerintah daerah terlena, tidak memiliki strategi linkage sekolah dengan industri.

Hasilnya sama saja; ya masyarakat tetap menganggur, menonton pengapalan baja ratusan triliun. Yang nelayan tetap tak punya motor tempel, pemuda desa tetap saja jadi buruh harian bangunan, orang miskin tetap saja.

Baca Juga :  Belajar untuk Mengajar

Ini tentu tidak adil. Untuk itu, kita gemahkan lagi peningkatan pendapatan asli daerah melalui strategi kekayaan yang dipisahkan lewat divestasi saham perseroan daerah.

Tapi sayang, sampai detik ini, satu lembar surat penawaran mengenai hal ini pun tidak ada. Komunikasi kebijakan berkaitan dengan hal ini tidak berjalan efektif.

Kemandirian Fiskal dan Strategi atasi pengangguran

Ruang fiskal adalah indikator kemandirian daerah. Semakin besar ruang fiskal maka semakin mandiri sebuah daerah. Menggambarkan ketergantungan yang rendah terhadap pusat.

Selama ini pendapatan daerah menjadi kunci untuk mengakselerasi ruang fiskal. Benturan doubel taxation, menjadi tepi batas ruang fiskal. Satu-satunya celah objektif adalah peningkatan investasi kekayaan yang dipisahkan.

Sayangnya, tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dalam 10 tahun terakhir. Padahal keunggulan daerah ini karena merupakan pemasok komoditas global yang menjadi input dasar tekhnologi digital.

Kurangnya perhatian pada investasi sumber pendapatan asli daerah seiring sejalan dengan lemahnya investasi pembangunan. Besaran belanja daerah tidak mampu menutupi kebutuhan investasi pembangunan yang seharusnya.

Masa Depan

Demikian halnya mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Sebenarnya banyak cara mengatasi pengangguran, salah satunya adalah Big Data. Nama dan profesi yang diharapkan para pengangguran itu harus ada data base-nya.

Baca Juga :  Politik Sepeda dan Konsolidasi Kebaikan Umum

Sehingga setiap investasi diberikan beban prioritas sinkronisasi atasi pengangguran. Sehingga ada serapan pekerja. Hanya cara ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi relevan dengan penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.

Selain itu, penguatan kapasitas fiskal memiliki tujuan yang lebih jangka panjang. Misalnya, belanja yang digunakan untuk investasi di bidang pertanian, pendidikan dan infrastruktur akan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas hasil pertanian.

Produktivitas tinggi akan meningkatkan pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja di bidang pertanian dan peningkatan daya beli petani. Produktivitas hasil pertanian di desa juga membantu penduduk di desa untuk mendapatkan harga pangan yang murah, sehingga mengurangi biaya hidup masyarakat di pedesaan.

Sedangkan Investasi di infrastruktur jalan desa akan membantu masyarakat pedesaan untuk menjual hasil produksinya di daerah perkotaan dengan biaya yang rendah.

Sehingga, pada akhirnya investasi pemerintah di bidang pertanian di daerah pedesaan akan memberikan multiplier effect bagi pembangunan di daerah pedesaan. Hal itu secara jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan menurunkan tingkat kemiskinan.

Bagaimana pun, semua asumsi-asumsi semacam ini tidak mungkin berjalan tanpa kapasitas fiskal yang kuat. Peningkatan kapasitas fiskal adalah kunci kemajuan dan kemandirian daerah.**

Penulis : Andika

Pos terkait