PALU, CS – Aparat Penegak Hukum (APH) di Sulawesi Tengah (Sulteng) dinilai tidak berdaya dalam menghadapi praktik pertambangan ilegal yang terjadi di atas lahan Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM) di Kelurahan Poboya, Kota Palu.

Praktik perendaman material emas yang dilakukan oleh PT Adijaya Karya Makmur (AKM), salah satu kontraktor resmi PT CPM, telah menuai perhatian luas.

Menyusul pernyataan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang menegaskan untuk menindak tegas praktik pertambangan ilegal, advokat dan anggota Individu WALHI Sulteng, Edmond Leonardo Siahaan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih kasus ini.

“Ambil alih laporan-laporan masyarakat yang selama ini telah disampaikan kepada kejaksaan dan kepolisian, namun tidak ada tindakan hukum. KPK harus segera menghitung kerugian negara dari penambangan ilegal ini sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto,” tegas Edmond.

Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah itu, juga berharap agar Gubernur Sulteng segera berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menyikapi larangan terhadap PT AKM dalam melakukan perendaman dan pengolahan emas.

“Gubernur bisa memimpin peninjauan langsung ke lapangan bersama Kejati dan Kapolda Sulteng untuk mengatasi masalah ini sebelum menimbulkan kerugian negara yang lebih besar,” tambahnya.

Praktik pertambangan ilegal ini semakin mengkhawatirkan, mengingat lokasi aktivitas tersebut berada tidak jauh dari Mako Polda Sulteng dan Kantor Gubernur, namun hingga kini tidak ada tindakan tegas dari pihak berwenang.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM diketahui telah mengirimkan surat tegas kepada PT AKM pada 18 November 2024, yang melarang perusahaan tersebut untuk melakukan pengolahan dan pemurnian emas, termasuk pengoperasian alat dan penyediaan personil di lokasi kegiatan Heap Leach.

Surat tersebut, Nomor: B-2077/MB.07/DJB.T/2024, dengan jelas mencatat bahwa PT AKM yang merupakan Perusahaan Jasa Pertambangan (PJP) dari PT CPM, dilarang keras melakukan kegiatan pengolahan emas. Meskipun demikian, aktivitas ilegal ini terus berjalan tanpa ada penindakan hukum yang berarti.

Menurut Edmond, masyarakat sekitar Poboya, yang telah lama melawan praktik ini, bahkan sudah melaporkan PT AKM ke Kejaksaan Tinggi Sulteng pada 2022. Mereka menemukan adanya 14 lokasi kolam perendaman dengan kapasitas rata-rata 12.000 kubik per kolam, namun hingga kini tidak ada respons dari Kejati Sulteng.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah juga memperkirakan bahwa kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini sudah mencapai triliunan rupiah sejak 2018.

Selain itu, praktik perendaman diduga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida untuk memisahkan emas dari material lainnya, yang juga menimbulkan ancaman terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Edmond menegaskan bahwa segera mengambil tindakan terhadap praktik pertambangan ilegal ini sangat penting untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar serta kerusakan lingkungan yang berkelanjutan.

Editor : Yamin