PALU, CS – Puluhan aktivis Sawit yang tergabung dalam Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin (17/3/2025).

Mereka menuntut perhatian pemerintah terhadap dugaan pelanggaran agraria yang terjadi di PT. Agro Nusa Abadi (ANA), salah satu perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara (Morut).

Aksi ini juga dimaksudkan untuk mendesak penyelesaian masalah yang melibatkan 8 warga asal Kabupaten Morut, yang diduga menjadi korban diskriminasi oleh PT. ANA.

Warga tersebut dilaporkan telah dipolisikan atas tuduhan pencurian buah sawit di area perkebunan PT. ANA, dengan surat panggilan yang telah dilayangkan oleh Polres Morut.

Koordinator aksi, Noval A. Saputra, menyatakan bahwa panggilan kepolisian tersebut diduga sebagai upaya untuk meredam dan mengkriminalisasi warga petani yang sedang mempertahankan hak atas tanah mereka.

“Panggilan kepolisian ini diduga untuk meredam dan mengkriminalisasi mereka sebagai warga petani yang sedang mempertahankan lahannya,” ujar Noval dalam orasinya.

Selain itu, massa aksi juga menyampaikan kekecewaan terkait ketidakhadiran Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, untuk menemui mereka.

Gubernur diketahui sedang mengikuti Rapat Koordinasi Nasional secara daring bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan gubernur-gubernur se-Indonesia.

Hal ini dijelaskan oleh Kepala Biro Hukum Pemprov Sulteng, Adiman, yang mewakili gubernur dan beberapa pejabat lainnya.

“Keberadaan kami di sini adalah bentuk perwakilan dari gubernur untuk memastikan bahwa Pemerintah Provinsi Sulteng hadir dan mendengarkan tuntutan masyarakat,” jelas Adiman kepada para demonstran.

Terkait kekhawatiran massa aksi mengenai kemungkinan penetapan status tersangka terhadap 8 warga Morut, Adiman menegaskan bahwa Pemprov Sulteng masih menunggu surat dari Penasehat Hukum (PH) warga tersebut untuk menindaklanjuti masalah ini lebih lanjut.

“Kami menunggu surat dari PH warga ini, sebelum kami lakukan tindak lanjutnya,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada penetapan tersangka terhadap warga yang dimaksud, dan bahwa segala keputusan masih bersifat spekulatif.

Aksi tersebut berakhir dengan tuntutan agar pemerintah segera menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang adil dan transparan, serta memastikan hak-hak petani dilindungi dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam di wilayah tersebut.

Editor : Yamin