BANGGAI,CS-Sebagai calon Bupati Banggai, Sulianti Murad dinilai tidak dewasa dalam memahami proses demokrasi. Ambisinya untuk menjadi Bupati Banggai terlalu berlebihan sehingga mengabaikan prinsip berdemokrasi.
Hal itu diungkap Chaerul Salam, Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (AMPUH) Sulawesi Tengah, Kamis (10/4/2025). Sebagai calon pemimpin, Sulianti Murad harusnya berlapang dada menerima apa yang menjadi hasil akhir dari proses Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Sebab, pelaksanaan PSU 5 April belum lama ini merupakan perintah Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingganya itu tutur Chaerul, Sulianti Murad harus legowo dan menerima apa yang menjadi keputusan rakyat serta jangan lagi membuat gelagat seakan menolak hasil PSU.
“Kita harus dewasa menerima setiap hasil dari drama politik ini dan jangan merasa diri terzalimi, karena itu akan mencederai kepercayaan masyarakat,” tandasnya.
Kembali ditegaskan Chaerul, jika sampai ada upaya penolakan hasil PSU yang telah dikuatkan oleh pleno penetapan hasil dari KPU Banggai, maka sama halnya Sulianti Murad merupakan perusak demokrasi di Tanah BABASALAN ini.
“Iya, kalau sampai ibu Sulianti Murad menolak dan melakukan upaya lain karena tidak mau menerima hasil PSU, maka sama halnya dia mau menyusahkan masyarakat,” tandasnya.
Kembali ditegaskan Chaerul bahwa putusan MK terhadap PSU Itu adalah ruang konstitusional untuk memastikan bahwa hasil pemilihan sah secara hukum.
“Kalau kemudian hasil PSU ini masih juga digugat, kita harus bertanya, ini untuk mencari pemimpin yang benar atau hanya demi ambisi kekuasaan semata,” tegasnya penuh tanya?
Jika Sulianti Murad dan Samsul Bahri Mang yang Merupakan Paslon nomor urut 3 merasa terzolimi dalam proses demokrasi tersebut, ia malah menuding sebaliknya beberapa kasus yang mencuat ke permukaan adalah ulah pihak mereka yang melibatkan sejumlah kepala desa keruang politik praktis.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran teknis. Ini sudah masuk pada wilayah kecurangan yang terstruktur. Kalau dibiarkan, kita tidak sedang membangun demokrasi, tapi sedang mengkhianatinya,” tambahnya.
Yang paling disoroti oleh Chaerul adalah dampak langsung dari konflik politik ini terhadap roda pemerintahan daerah. Ia mengatakan bahwa selama triwulan pertama APBD, dan bahkan memasuki triwulan kedua, seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak bisa bergerak.
“Semua stagnan. Tidak ada gerak pembangunan. Dan ini murni karena belum ada pemimpin definitif. Kalau hasil PSU masih juga digugat, maka itu bukan tipikal pemimpin yang bisa diharapkan oleh masyarakat,” tutupnya.**
Reporter : Amlin