JAKARTA, CS – Sejumlah pakar hukum dan politik menguatkan tuntutan pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Ahmad Ali-Abdul Karim (BERAMAL), terkait pelanggaran yang diduga dilakukan oleh pasangan petahana dalam Pilgub Sulteng 2024.
Hal ini terkait dengan penggunaan kewenangan petahana dalam melakukan pergantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulteng.
Pihak BERAMAL melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan pasangan calon nomor urut 2, Anwar-Reny A. Lamadjido, serta pasangan calon nomor urut 3, Rusdy Mastura-Sulaiman Agusto, melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu.
Dalam gugatan tersebut, disebutkan bahwa pasangan petahana melakukan pergantian 127 pejabat di Pemerintah Provinsi Sulteng, yang dilantik keesokan harinya tanpa izin dari Menteri Dalam Negeri.
Menurut Titi Anggraini, seorang pakar hukum dan politik, Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 melarang petahana melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari Menteri.
Titi menegaskan bahwa petahana yang berstatus calon dalam pemilihan kepala daerah wajib tunduk pada ketentuan ini.
Hal senada disampaikan oleh Guru Besar dan mantan Ketua DKPP RI, Muhammad, yang menjelaskan bahwa penggantian pejabat oleh petahana, baik itu Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, maupun Wakil Walikota, adalah tindakan yang terikat pada ketentuan dalam Pasal 71 UU tersebut.
Berdasarkan fakta ini, Muhammad menilai bahwa Bawaslu Sulteng seharusnya merekomendasikan kepada KPU Sulteng untuk mendiskualifikasi petahana, Hi. Rusdy Mastura, sebagai calon Gubernur.
Lebih lanjut, kuasa hukum pasangan calon Ahmad Ali-Abdul Karim, Andi Syafraini, mengungkapkan bahwa selain mutasi, petahana juga melakukan promosi dan pengukuhan jabatan terhadap 389 pejabat, termasuk pejabat administrator dan pengawas.
Tindakan ini, menurutnya, tanpa izin yang sah dari Menteri Dalam Negeri dan bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Andi juga menyebutkan bahwa dugaan pelanggaran serupa terjadi di Kota Palu, di mana petahana Wakil Wali Kota Palu yang mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur juga terlibat dalam pembatalan dan pelantikan ulang pejabat tanpa izin. *