SULTENG, CS – Presiden RI melalui Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 menunjuk Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadi Ketua Pelaksana percepatan penurunan stunting.
Untuk kepentingan itu, BKKBN kini telah menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) dengan target penurunan secara nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024.
RAN PASTI sendiri meliputi 8 aksi yang harus dilaksanakan. Yakni penyediaan data keluarga resiko stunting, pendampingan keluarga resiko stunting, pendampingan calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS), surveilans keluarga stunting, audit kasus stunting, perencanaan dan penganggaran, pengawasaan dan akuntabilitas, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Kemudian melakukan koordinasi dan kunjungan kepada Kementerian terkait dalam rangka konvergensi, dukungan program dan penguatan komitmen.
BKKBN saat ini juga sedang membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) mulai dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lalu membentuk sebanyak 200 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) atau sebanyak 600 ribu.
Rencana demikian diutarakan Inspektur utama BKKBN RI, Ari Dwikora mewakili Kepala BKKBN RI saat memberi sambutan dalam pembukaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) program Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) yang dilaksanakan Kantor Perwakilan BKKBN Sulteng, Selasa 15 Maret 2022 di Hotel Santika Palu.
Berkaitan dengan itu, Kantor Perwakilan BKKBN Sulteng juga telah melakukan sejumlah langkah kongkrit dan strategis dalam menindak lanjuti RAN PASTI tersebut.
Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Tenny C Soriton mengemukakan, sebagai koordinator program percepatan penanganan penurunan stunting, BKKBN Sulteng nantinya akan mengkordinir agar program-program penurunan stunting instansi tingkat kabupaten untuk dikolaborasikan. Utamanya menyangkut sistem pelaporan, pelaksanaan dan evaluasi penanganan stunting.
Sejauh ini BKKBN Sulteng, menurutnya telah berkoordinasi dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Sulteng untuk menyiapkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).
TPPS ini nantinya akan terbentuk diseluruh kabupaten/kota se Sulteng. TPPS diketuai langsung wakil bupati atau wakil wali kota dan DP2KB sebagai sekretaris.
Melalui TPPS tersebut nantinya segala bentuk program terkait penanganan stunting yang dilaksanakan akan dikoordinasikan bersama mitra dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Tim ini nantinya akan berkolaborasi dengan semua instansi terkait ditingkat kabupaten kota untuk melaksanakan program dalam rangka penurunan stunting,”kata Tenny C Soriton,Senin 14 Maret 2022 di Kantor BKKBN Sulteng.
Tenny menjelaskan, secara nasional penurunan stunting ditargetkan 14 persen pada tahun 2024. Untuk wilayah Sulteng sendiri persentase stunting saat ini mencapai 29,7 persen.
“Ini menjadi komitmen bersama agar semua kabupaten/kota melaksanakan percepatan penanggulangan penurunan stunting,”jelasnya.
Menurutnya terdapat dua kabupaten di Sulteng dengan angka kasus tertinggi Stunting. Yakni Kabupaten Sigi dan Parigi Moutong (Parimo) dengan persentase sekitar 45 persen. Dari dua kabupaten ini kemudian ditetapkan enam desa sebagai proyek percontohan (pilot project) intervensi terintegrasi penanganan stunting.
Lalu kata Tenny, sebagai bentuk intervensi terhadap program percepatan penanganan stunting, BKKBN Sulteng terus berkoordinasi dengan TPPS yang ada di kabupaten/kota se Sulteng.
“Kita terus koordinasi terkait beberapa program yang akan disiapkan bersama mitra BKKBN Sulteng disetiap kabupaten,”paparnya.
Tenny menyebut, secara konferensi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten/kota bertanggung jawab untuk bagaimana program penurunan stunting ini terkoordinir dengan baik. Utamanya terkait rencana aksi penurunan stunting yang dilaksanakan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Masih menurut Tenny, dua sistem penanganan stunting adalah secara sensitif dan spesifik. Secara spesifik nantinya akan dikolaborasikan dengan mitra terkait. Sistem spesifik ini berkaitan dengan program dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan ruang lingkup strategi pencegahan stunting melalui intervensi gizi.
Kemudian secara sensitif yakni berkaitan pada penanganan dengan pola edukasi, sarana dan prasarana penunjang upaya penurunan stunting
“Karena salahsatu penyebab stunting 70persen disebabkan dari faktor sensitif. Sehingga perlu kita bersama dinas lain untuk menanggulangi. Apakah dari faktor pendidikan masyarakat, penundaan usia perkawinan, atau dari faktor saluran pembuangan air limbah. Agar semua terkoordinir untuk penanganan sensitif,”urainya.
Tenny menambahkan berkaitan support anggaran, sejauh ini program penanganan stunting telah teranggarkan masing-masing dari DAK, BOKB serta dukungan pemerintah provinsi melalui dana Satuan Tugas (Satgas).
Sekaitan dengan dukungan anggaran tersebut, Tenny berharap pemerintah daerah kabupaten/kota di Sulteng bisa bisa mensupport anggaran dari masing-masing APBD.
Sementara itu dalam Rakerda program Bangga Kencana, Tenny mengemukakan sejumlah hal yang telah dilaksanakan BKKBN Sulteng.
Menurutnya terdapat lima kabupaten di Sulteng yang ditetapkan secara nasional menjadi sasaran program Bangga Kencana dan aksi percepatan penurunan stunting. Yakni Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, Sigi, Morowali dan Banggai Kepulauan dengan target sasaran keluarga sebanyak 41.010 keluarga.
Sejauh ini BKKBN Sulteng sudah melaksanakan pertemuaan koordinasi untuk rencana aksi pencegahan dan penurunan stunting dengan dinas terkait, akademisi, toga/toma serta para generasi muda.
Selanjutnya program aksi Gerakan Ranting (Remaja Cegah Stunting) yang diprakarsai Forum Genre Sulteng dan adanya aplikasi online dan offline dari Universitas Tadulako untuk deteksi dini stunting Moms Care dan Randakabilasa, serta kolaborasi lintas sektor dengan inovasi cegah stunting di Kabupaten Banggai
Lalu berkaitan dengan isu strategis program Bangga kencana di Sulteng, Tenny mengurai bahwa sejauh ini laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Sulteng berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2022 sebesar 1,22 persen apabila dibanding nasional 1,25 persen.
Angka Kelahiran Total (TFR) per WUS 15-49 tahun Sulteng mencapai 2,43 persen sedangkan nasional 2,24 persen sesuai hasil Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21)
Selanjutnya persentase pemakaian kontrasepsi (CPR) 53.3 persen lebih rendah dari rata-rata nasional 57,01 persen (PK 21). Persentase kebutuhan ber-KB tidak terpenuhi (unmet need) Sulteng masih 20.7persen lebih tinggi dari rata-rata nasional 18.0 (PK21).
Sesuai dengan hasil capaian program tahun 2021 berdasarkan data statistik rutin menunjukkan hasil bahwa peserta KB Baru (PB) di Sulteng sebanyak 61.190 (65.3persen) dari PPM 93.756.
Kemudian berdasarkan data laporan statistik rutin pencapaian peserta KB baru tertinggi tahun 2021 adalah Kabupaten Tolitoli dengan capaian 12.354 aseptor lalu Kabupaten Parimo dengan capaian 10.058 aseptor dan Kota Palu dengan capaian 8.844 aseptor. Untuk pencapaian peserta KB Metode kontrasepsi jangka panjang tertinggi Tahun 2021 adalah Kota Palu dengan capaian 2.816 aseptor. Donggala dengan capaian 1.988 aseptor dam Tolitoli dengan capaian 1.809 aseptor.
Tenny mengatakan, dengan capaian tersebut, maka upaya strategis dan inovasi yang dilaksanakan antara lain pelaksanaan program integrasi penurunan perkawinan anak “PATUJUA”, yang sudah mendapat dukungan penuh Gubernur Sulteng.
Kemudian inovasi pengelolaan program Bangga Kencana dimasa pandemi, seperti, Jesika Line, Koran Genre, Informasi Digital Program Bangga Kencana, Superman, Selasa Menyapa, podcast, dan jajak pendapat
Peningkatan akses pelayanan KB mobile di wilayah unmet need dengan kontrasepsi MKJP, pendampingan pengelolaan DAK (fisik dan non fisik BOKB) ditiap kabupaten/kota untuk optimalisasi pengelolaan program Bangga Kencana.
Lalu pengelolaan program segmented di Kampung KB Jumlah Kampung KB yang berjumlah 347. Perluasan jejaring kemitraan dengan mitra-mitra kerja melalui perjanjian kerjasama serta melaksanakan survey mini tentang Kepuasan masyarakat terhadap Pelayanan KB berbasis IT.
Karena itu Tenny menambahkan bahwa tujuan Rakerda adalah untuk menguatkan komitmen dan dukungan pemangku kebijakan dan mitra kerja dalam pencapaian sasaran kinerja program Bangga Kencana Tahun 2022 dan percepatan penurunan stunting.
Tersusunnya rumusan strategi pelaksanaan program dan kegiatan proritas Bangga Kencana dalam mendukung upaya pencapaian Agenda Pembangunan Nasional dalam RPJMN 2019-2024.
Tersusunnya rencana kerja/rencana aksi dalam pencapaian kegiatan prioritas Program Bangga Kencana Tahun 2022 dan percepatan penurunan stunting.
Serta optimalisasi pemanfaatan hasil PK21 sebagai basis data pencapaian sasaran kinerja dan penurunan angka stunting.
Gubernur Sulteng
Gubernur Sulteng yang diwakili Asisten Administrasi Umum Pemprov Sulteng, Muliono saat membuka Rakerda juga menjelaskan beberapa hal terkait progres program Bangga Kencana dan sejumlah calaii-capaian.
Menurutnya berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019, Provinsi Sulteng dengan prevalensi angka stunting tertinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa 3 dari 10 anak di Sulteng adalah pengidap stunting.
5 tahun lalu prevalensi stunting di Indonesia berada pada angka 37 persen. Namun berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) telah terjadi penurunan menjadi 30.8 persen pada tahun 2018 sesuai hasil Riskesdas dan 27.67 persen pada tahun 2019.
Sedangkan kondisi stunting di Sulteng masih lebih tinggi dari nasional. Sesuai hasil Riskesdas terakhir menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulteng masih bertengger pada 29.70 persen pada tahun 2019. Data ini menempatkan balita anak stunting dengan prevalensi stunting tertinggi.
Karena itu Muliono menekankan, untuk mewujudkan aksi penurunan stunting di Sulteng tidak dapat dilaksanakan 1 sektor saja. Tetapi memerlukan kerjasama berbagai pemangku kepentingan. Baik pemerintah provinsi, kabupaten/kita, lebih, akademisi,dunia usaha, masyarakat dan keluarga sebagai ujung tombak terdepan.
“Data Riskesdas menunjukkan bahwa 3 dari 10 Balita di Sulteng adalah stunting. Padahal anak adalah masa depan bangsa. Ditangan mereka masa depan bangsa khususnya, Sulteng. Kita tidak boleh menunggu keajaiban untuk menuntaskan stunting ini. Mencega kelahiran baru yang bebas dari stunting adalah tugas kita paling berat,”jelas Muliono.
Karena itu, Gubernur kata dia mengimbau kepada seluruh Bupati dan Wali Kota se Sulteng untuk bergandengan tangan menuntaskan penurunan prevalensi stunting ini.
Sebelumnya Muliono mengungkapkan, beberapa parameter program Bangga Kencana di Sulteng yang cukup menggembirakan beberapa tahun bela.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Sulteng menurun cukup drastis dalam 1 dasawarsa terakhir. Dari 1.95 persen pada tahun 2010 menjadi 1,22 persen pada tahun 2020.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan penduduk Sulteng pada tahun 2020 sebanyak 3.096.976 jiwa.
Namun menurut Muliono, pada kenyataannya, berdasarkan SP 2020, jumlah penduduk Sulteng hanya sebanyak 2.985.734 jiwa. Artinya, telah terjadi penghematan penduduk sebanyak 111.242 atau 3,59 persen. Penghematan jumlah dan penurunan laju pertumbuhan penduduk ini bukanlah suatu kebetulan.
Tetapi merupakan hasil kerja keras semua pihak khususnya BKKBN, Organisasi Perangkat Daerah Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (OPD Dalduk dan KB). Baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta seluruh mitra kerja dan stakeholder.
“Saya mengajak kita semua merilah kita pertahankan prestasi demi mewujudkan Sulteng yang lebih sejahtera dan maju,”
Parameter lain yang tidak kalah pentingnya ucap Muliono dalah angka kelahiran atau fertilitas. Angka fertilitas di Sulteng telah mencapai 2,43 anak telah mendekati angka fertilitas pengganti 21 anak. Sebagai syarat untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang.
Penurunan fertilitas ditunjang dengan penurunan kelahiran pada remaja usia 15 sampai 19 tahun. Kelahiran pada usia remaja ini telah turun dari 53 menjadi 36 kelahiran pada setiap 1.000 remaja putri usia 15-19 tahun.
Demikian pula halnya dengan pernikahan remaja putri telah menghabiskan masa lajangnya rata-6 20,04 tahun. Selain itu pemakaian kontrasepsi jangka panjang telah meningkat.
Satu dari empat Pasangan Usia Subur (PUS) peserta KB adalah menggunakan metode jangka panjang. Secara umum ternyata penggunaan alat KB atau kontrasepsi di Sulteng baru mencapai 53,3 persen. Selain itu, kebutuhan ber KB yang belum terlayani masih tinggi 20,70 persen.
“Saya berharap 20 persen yang belum ber KB ini digarap dengan serius untuk meningkatkan prevalensi angka pengguna KB dari daerah kita ini,” terangnya.
Pada bagian lain, Muliono menyebut tahun 2021 BKKBN telah melaksanakan Pendataan Keluarga (PK21). Hasil PK21 menyediakan data mikro yang mencakup 3 aspek Bangga Kencana.
Dari data PK21 dapat terlihat bahwa di Sulteng terdapat 733.776 keluarga dengan 445.164 PUS atau 60,68 persen dari jumlah keluarga yang ada. Dan 29,73 persen lerem dari PUS tersebut kawin dibawah umur 19 tahun atau usia anak.
Gubernur lanjut Muliono berharap hasil PK21 dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulteng dengan dijadikan sebagai landasan kebijakan dan perencanaan program pembangunan.
Muliono menambahkan bahwa terdapat 2 pekerjaan berat yang akan dihadapinya yang menuntut adanya sinergisme dan integritas program lintas sektor.
Pertama adalah percepatan penurunan stunting. Dibawah koordinasi BKKBN, Presiden kata Muliono menargetkan untuk bisa menekan angka prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024.
“Ini artinya semua pihak harus bekerja keras dan berkolaborasi dengan memanfaatkan semua kemampuan dan sumber daya untuk mencapai target tersebut,”sebutnya.
Selain itu tambah Muliono, masih tingginya angka perkawinan anak di Sulteng, yang menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018, dari seluruh perkawinan yang ada, terdapat 32 persen kawin dibawah umur 20 tahun.
Hal tersebut berdampak tidak saja pada faktor kesehatan, tetapi juga faktor pendidikan, sosial dan sebagainya. Terlebih lagi akan menjadi faktor penyumbang terjadinya stunting.
Kesiapan OPD KB Kabupaten/Kota di Sulteng
Selanjutnya RAN PASTI juga telah ditindaklanjuti OPD KB kabupaten kota di Sulteng. Salahsatunya Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep). Kabupaten ini menjadi salahsatu lokus percepatan penurunan stunting di Sulteng.
Dinas Pemberdayaan Perempuan,Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bangkep) kini mulai melakukan sejumlah langkah strategis dalam rangka percepatan penurunan stunting di daerah itu.
Kepala DP3AP2KB Bangkep Silveria Bailia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bappenas tahun 2020, Bangkep ditetapkan masuk dalam lokus percepatan penurunan stunting terintegrasi pada 15 desa
Lalu berdasarkan SK Bupati Bangkep nomor 111 tahun 2021 ditetapkan sebanyak 25 desa lokus penurunan stunting berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM). Basis data E -PPGBM ini diambil dari data aktifitas penimbangan Balita.
Kemudian untuk penentuan lokus tahun 2022 diambil dari data E-PPGBM per Agustus tahun 2020.
Menurutnya, tahun 2021 Kabupaten Bangkep telah melakukan dua intervensi. Yakni intervensi secara spesifik yang berperan 30 persen dalam penanganan Stunting. Intervensi ini umumnya dilakukan dinas kesehatan.
Sedangkan DP3AP2KB Bangkep bersama mitra terkait jelasnya melakukan penanganan secara sensitif. Karena intervensi ini berperan sekitar 70persen dalam pencegahan dan penurunan stunting.
“Intervensi sensitif ini dilakukan umumnya bersama lintas sektor. Kalau untuk spesifik kebanyakan dia 1000 HPK. Sedangkan untuk intervensi sensitif itu bukan cuma kepada 1000 HPK tapi kepada seluruh masyarakat,”jelas Silveria Bailia.
Silveria menerangkan, DP3AP2KB Bangkep melaksanakan progam terkait dengan dua kementerian. Yakni Kementerian P2KB dan Kementerian P2KB.
“Dua kegiatan dan program penurunan stunting pada dua kementerian ini dilaksanakan dengan intervensi secara spesifik,”terangnya.
Untuk kegiatan berkaitan P3A, pihaknya melakukan sosialisasi Perda kota layak anak. Serta penanganan, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sementara terkait P2KB, pihaknya melakukan edukasi pemahaman tentang 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bagi ibu dan keluarga yang memiliki Balita. Juga melakukan pemahaman kesehatan reproduksi dan stunting bagi remaja sebagai calon pengantin.
“Intinya ada tiga macam penanganan stunting. Yakni berkaitan dengan pola asuh, pola makan dan sanitasi. Kami sendiri di DP3AP2KB melakukan pendekatan lebih kepada pola asuh,”katanya.
Selanjutnya DP3AP2KB juga melakukan kegiatan pengadaan BKB kids eliminasi masalah anak stunting (Emas) dan pengadaan kids siap nikah.
Karena menurutnya penanganan stunting bukan cuma soal 1000 HPK. Akan tetapi perlu dimulai dari remaja hingga 1000 HPK. Atau pada saat orang memiliki balita agar tahu pola asuh anak yang baik.
Contohnya kata Silveria dengan melakukan pengukuran 7 fungsi kognitif anak yang dipantau dengan kartu kembang anak.
“Semisal ada balita 12 bulan harus bisa ucap dua kata dengan benar. Ini terus dipantau melalui buku kembang anak agar orang tua bisa melakukan langkah tepat,”sebutnya.
Kabupaten Bangkep berdasarkan data E-PPGBM menetapkan angka stunting sebesar 23 persen pada tahun 2020. Sementara tahun 2021 ditetapkan sebanyak 21.8persen.
Karena itu, tahun ini pihaknya juga telah melakukan studi banding dan koordinasi kepada pihak Kemendagri terkait penurunan stunting.
Lalu menjalin kerjasama dengan UGM melakukan analisis situasi untuk kepentingan penetapan lokus 2023 sekaligus mengetahui progam apa yang layak dan sesuai dalam penanangan stunting
“Karena kasus stunting tiap daerah inikan berbeda-beda. Cara kita kita memperlakukan masyarakat itu berbeda-beda sehingga kita dapat melakukan penanganan stunting. Karena yang sulit itu adalah menyangkut perubahan perilaku.
Ia menambahkan DP3AP2KB juga telah beberapa kali melakukan pertemuan koordinasi dengan OPD terkait untuk menyamakan persepsi dalam penanganan stunting.
“Kami juga menjalin kerjasama dengan Untika untuk bersinergi dalam melakukan intervensi,”jelasnya lagi.
Sejauh ini menurut Silveria, pihaknya telah melangkah pada aksi ketiga yakni menyangkut tentang aksi rembuk stunting tingkat desa di Bangkep. Setelah sebelumnya melakukan aksi pertama yaitu tentang analisis dan situasi (Ansit) dan aksi ke 2 berkaitan dengan progam kerja
Terkait dengan aksi ke 3 ini, pihaknya lanjut wanita berparas cantik itu mengaku telah berkoordinasi dengan dinas pemberdayaan masyarakat desa. Ia menyebut hasil rembuk dari semua desa akan dirangkum dalam satu dokumen agar semua pihak terkait mengetahui apa hasil rembuk stunting tersebut.
“Bangkep itu terdiri dari 141 desa dan 4 kelurahan. Ini mesti dilihat dulu yang masuk dalam lokus percepatan penurunan stunting,”pungkasnya. (TIM)