PALU, CS – Jalur hukum yang ditempuh oleh pasangan calon (Paslon) Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri (BERAMAL) melalui Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa hasil Pilkada Sulawesi Tengah (Sulteng) dinilai akan sulit membuahkan hasil.

Paslon yang mengajukan gugatan ini mendalilkan adanya upaya sistematis untuk menghalangi masyarakat hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada 27 November 2024 lalu.

Pengamat politik Universitas Tadulako (Untad), Asrifai, menilai bahwa dalil yang diajukan oleh paslon tersebut lemah dan sukar untuk dibuktikan di persidangan MK.

Menurut dosen Ilmu Perintahan itu, tantangan terbesar dalam gugatan ini adalah bagaimana menunjukkan bahwa pemilih yang diklaim dihalangi untuk datang ke TPS pasti akan memberikan suara kepada pasangan BERAMAL.

“Paling berat adalah bagaimana membuktikan kalau pemilih yang tidak datang ke TPS itu akan memilih paslon yang menggugat,” ujar Asrifai dalam rilis yang diterima media ini, Rabu (22/1/2025).

Asrifai menambahkan, kasus seperti ini sering muncul dalam gugatan hasil pemilu di berbagai daerah, namun hasil akhirnya kerap dapat diprediksi.

Menurutnya, gugatan semacam ini adalah masalah klasik yang hampir selalu ada di setiap sengketa pemilu.

Selain itu, tuduhan yang dilayangkan oleh Ahmad Ali, yang merupakan kader utama Partai NasDem, juga dinilai mudah dipatahkan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tanpa adanya bukti konkret mengenai dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), gugatan ini dianggap tidak akan berhasil di persidangan.

“Harus dibuktikan seperti apa pelanggaran TSM-nya, karena termohon (KPU Provinsi) pasti mudah sekali mematahkan argumen pemohon,” tegas Asrifai.

Dengan demikian, jalur hukum yang ditempuh oleh Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri dinilai sebagai langkah penuh tantangan yang memerlukan bukti kuat untuk mendapatkan keputusan yang berpihak pada mereka.

Proses sidang di MK saat ini masih berlangsung, namun banyak pihak yang memprediksi bahwa gugatan ini akan berakhir dengan penolakan. *