LUWUK,CS – Anggota DPRD Sulteng Sri Atun mengemukakan harus ada sinergitas dan kolaborasi antar instansi pemerintah dalam melaksanakan program-program pemberdayaan perempuan. Utamanya dinas pemberdayaan perempuan dan dinas usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Dengan begitu, progam pemberdayaan perempuan bisa terlaksana dan tidak hanya ideal dalam tataran wacana.

Demikian Sri Atun dalam kegiatan Pelatihan Kewirausahaan bagi Perempuan pelaku UMKM, di Kota Luwuk Kabupaten Banggai, Sabtu 28 Mei 2022.

“Kolaborasi itu penting dilakukan, dalam melahirkan regulasi dan program yang memang benar-benar pro perempuan
khususnya dalam pemberdayaan ekonomi UMKM, ”kata Sri Atun saat membawakan materi dalam kegiatan tersebut.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng ini menjelaskan, bahwa UMKM telah terbukti pernah menjadi penyelamat dan penopang perekonomian Indonesia saat krisis moneter tahun 1998 lalu.

“UMKM mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam menopang perekonomian Indonesia termasuk pada gejolak krisis moneter 1998. UMKM kala itu mampu bertahan dan mampu menjaga roda ekonomi negara dari ancaman banyaknya pengangguran,”jelasnya.

Sri Atun dalam kesempatan ini mengutip tulisan Putri Paramita Agritansia, Staf Pengajar di Department of Accounting Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang menyebut bahwa wirausaha, bahkan dianggap bisa menjadi solusi atasi krisis finansial dunia.

Terkait regulasi bagi pelaku UMKM, menurut Sri Atun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa UMKM bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan

Sementara terkait optimalisasi peran perempuan, menurut Anggota DPRD Sulteng Daerah Pemilihan Kabupaten Banggai bersaudara ini, bahwa perempuan bisa menjadi aktor strategis dalam pembangunan.

Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.

Dalam paparannya, secara kritis Sri Atun juga melihat, bahwa dalam konstruksi APBD Sulteng juga belum bisa sampai pada kesimpulan, bahwa alokasi untuk program pemberdayaan wirausaha, khususnya untuk kaum perempuan secara signifikan telah dilakukan pemerintah

Karena itu jelasnya dibutuhkan regulasi yang memihak kepada pelaku usaha, terutama perempuan. Yang tidak kalah pentingnya, juga perlunya informasi terkait penyaluran bantuan yang bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat latarbelakang.

“Alhamdulillah, secara personal sebagai anggota DPRD Sulteng yang setiap tahunnya mendapatkan alokasi Anggaran Pokok Pikiran (Pokir), kami selalu mengadvokasi anggaran, walaupun juga sangat terbatas, khusus untuk pemberdayaan kaum perempuan melalui bantuan di majelis-majelis taklim,”tandasnya.(**)